Isu Label BPA, Kemenperin Enggan Dibenturkan dengan BPOM

Sesama institusi negara demi kepentingan bersama

Balikpapan, IDN Times - Wacana Rancangan Peraturan Kepala BPOM tentang pelabelan bebas BPA (Bisfenol-A) terus bergulir. Kementerian Peridustrian angkat bicara, dan risi lembaganya terkesan dibenturkan dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

“Biar tidak gaduh, saya tidak berani banyak omong. Pak menteri tidak mau gaduh, begitu juga pak presiden,” kata Edy Sutopo, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Selasa (14/12/2021).

1. Kementerian Perindustrian dibawa kemana-mana

Isu Label BPA, Kemenperin Enggan Dibenturkan dengan BPOMTajuknews

Ia mengaku enggan Kementerian Perindustrian dibawa-bawa dalam polemik narasi publik, terutama soal rencana pelabelan BPA Free di produk air minum dalam kemasan (AMDK). Masalah ini bergulir lama, setahun, dan dipenuhi narasi dari pihak organisasi lobi bisnis industri air minum kemasan,  salah satu asosiasi air kemasan. 

“Tolong jangan benturkan kami dengan BPOM. Sama-sama institusi negara, kami ingin yang terbaik bagi negeri ini,” ujarnya.

Lebih jauh ia menjelaskan, belum lama ini Kemenperin telah memberi masukan kepada BPOM, agar aspek kesehatan dan kepentingan ekonomi dapat berjalan seiring. Sebagai lembaga yang berwenang, Edy yakin keputusan terbaik dapat diambil, sehingga pihak-pihak industri yang menggunakan bahan kemas galon guna ulang polikarbonat yang mengandung BPA juga dapat memahami.

“Kita jaga kepentingan kesehatan masyarakat, dan kepentingan ekonomi. Tidak jalan sendiri-sendiri. Dicarikan jalan penyelesaiannya,” tutupnya.

 Ia lebih memilih untuk merespons lebih jauh, jika soal pelabelan kandungan BPA ini secara resmi telah digulirkan BPOM sebagai rancangan peraturan.

Baca Juga: Dear Pelaku Industri, Ini Pentingnya Label BPA pada Kemasan Pangan

2. Pernyataan Bappenas soal industri AMDK

Isu Label BPA, Kemenperin Enggan Dibenturkan dengan BPOMIlustrasi galon guna ulang. (Shutterstock/DedMityay)

Penjelasan Bappenas ditanyai perihal polemik BPA, aspek kesehatan dan pemenuhan air minum bagi masyarakat, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menjelaskan.

“Sebenarnya AMDK secara definisi bukan akses air minum bagi masyarakat, tapi lebih kepada komoditas minuman, karena harganya yang tidak terjangkau oleh semua masyarakat,” ujar Tri Dewi Virgiyanti, ST, MEM, Direktur Direktorat Perumahan dan Pemukiman Bappenas.

Virgiyanti memaparkan, definisi akses air minum adalah aksesnya harus memenuhi standar kuantitas, keterjangkauan secara finansial dan ruang, kontinuitas selalu tersedia, serta kuantitas yg memenuhi standar.

“Nah karena AMDK adalah komoditas minuman, pembinanya adalah Kementerian Perindustrian”.

Ia menambahkan, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah keberlanjutan dari industri AMDK, terutama dari sisi lingkungan hidup, konservasi sumber daya air, serta kualitas yang harus dipantau.

Memastikan kualitas air dalam AMDK sesuai standar yang berlaku untuk dikonsumsi.

“Dengan demikian, AMDK termasuk AMIU (air minum isi ulang) dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan kualitasnya sesuai standar,” pungkasnya.

3. Apdamindo yang berposisi sebagai penonton dalam pelabelan BPA

Isu Label BPA, Kemenperin Enggan Dibenturkan dengan BPOMakuratnews

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia (Apdamindo) Budi Dharmawan ingin mendudukkan masalah semestinya. Asosiasi ini adalah organisasi induk  yang mewakili kepentingan 60 ribu unit depot air minum di Indonesia. 

“Pertama, sekali lagi saya mengecam kampanye hitam pihak-pihak tertentu dalam menjegal rancangan kebijakan pelabelan risiko senyawa kimia Bisphenol-A (BPA) pada air minum kemasan."

Ia menyoroti polah organisasi lobi dagang berkedok asosiasi, yang lebih yang terkesan mewakili market leader industri AMDK.

“Dan bukan perusahaan dalam negeri, hehe.”

"Kami hanya penonton dalam perseteruan ini,"

Budi menekankan, inti bisnis depot air isi ulang adalah penjualan air bersih ke konsumen dan bukan soal wadah penampungan air.

"Bagi kami, andai konsumen datang untuk isi ulang ke depot dengan membawa ember tetap akan kami layani," katanya.

Budi menyetujui keterangan Bappenas, dan mengaku ingin fokus pada keberlangsungan depot air minum yang banyak tersebar di seluruh negeri.

“Kapitalisasi kami sebenarnya jauh lebih besar. Secara volume konsumsi, volume kami masih jauh diatas industri AMDK,” kata Budi.

Baca Juga: Dimanipulasi, Apdamindo Berhati-hati Komentar tentang Isu BPA Fee

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya