TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Mitos Seputar Kesehatan yang Sering Dipercaya, Bagaimana Faktanya?

Salah satunya mengoleskan pasta gigi pada luka bakar

ilustrasi pria sakit (pexels.com/towfiqu barbhuiya

Balikpapan, IDN Times - Menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh menjadi hal yang sangat penting dalam hidup. Tubuh yang sehat dapat mencegah timbulnya berbagai macam penyakit, sehingga tetap fit. Meskipun demikian, ternyata ada beberapa mitos yang berkaitan dengan kesehatan yang masih berkembang  dan dipercaya di masyarakat. Meskipun sebenarnya wajar, hal ini yang kemudian menimbulkan simpang siur dalam memahami fakta yang sebenarnya.

Salah satunya yaitu mitos tentang makanan yang jatuh masih bisa dikonsumsi kembali sebelum lima  menit. Meskipun sering dianggap lumrah, anggapan justru  bisa berdampak buruk bagi tubuh  kamu. Maka dari itu, penting bagi kita untuk lebih aware sejak awal, ya.

Setidaknya ada lima kebiasaan yang ternyata salah secara medis. Simak daftarnya di bawah, ini!

Baca Juga: 20 Tempat Nongkrong Hits yang Ramah Kantong di Balikpapan 

1. Mitos bahwa konsumsi MSG menyebabkan otak lemot

ilustrasi mi kuah (unsplash.com/sq lim)

Monosodium glutamate (MSG) merupakan penambah rasa yang tentu sudah dikenal masyarakat secara luas. Biasanya zat ini ditambahkan pada makanan seperti sup dan sayuran kalengan, daging olahan, dsb. Meskipun dapat memaksimalkan cita rasa makanan, namun ada mitos yang menyebut bahwa MSG tidak sehat dan menyebabkan masalah kesehatan. Salah satunya menyebabkan otak jadi lemot.

Dilansir Healthline, faktanya penelitian menunjukkan bahwa setelah dicerna, MSG dimetabolisme sepenuhnya di usus. Dari sana, ia berfungsi sebagai sumber energi, yang kemudian diubah menjadi asam amino lain, atau digunakan dalam produksi berbagai senyawa bioaktif. Secara keseluruhan, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa MSG mengubah kimiawi otak saat dikonsumsi dalam jumlah normal.

Meskipun tidak berbahaya, kamu tetap perlu membatasi konsumsi MSG ini, terutama jika tidak ingin mengalami reaksi yang merugikan. Sebab, kenyataannya tingkat sensitivitas setiap orang akan penyedap rasa ini berbeda-beda. Di sisi lain, penggunaan yang berlebihan bisa menyebab risiko seperti mual, sakit kepala, atau mudah berkeringat.

2. Angin duduk harus dikerok atau dipijat 

ilustrasi melakukan pijat (unsplash.com/bas peperzak)

Pernahkah kamu mendengar anjuran bahwa angin duduk perlu dikerok atau dipijat? Meskipun dianggap lumrah, namun hal seperti ini justru  berbahaya. Sebab, penanganan angin duduk yang salah bisa berakibat fatal atau berujung meninggal. Maka dari itu, memberikan penanganan  dan pengobatan yang tepat bagi penderitanya penting dilakukan.

Dilansir Very Well Health,  peningkatan gejala angin duduk dapat menunjukkan memburuknya kesehatan jantung atau ancaman serangan jantung, sehingga penting untuk memantau kondisi kamu dengan cermat dan melakukan pemeriksaan tentang perubahan apa pun. Kamu harus menghubungi dokter jika nyeri dada berlangsung lebih lama dari beberapa menit dan tidak mereda setelah minum obat.

Adapun perawatan untuk angin duduk termasuk penggunaan obat-obatan (seperti nitrat, beta-blocker, dan ACE inhibitor) dan prosedur medis (seperti angioplasti dan pencangkokan bypass arteri koroner). Dalam hal ini, dokter juga akan merekomendasikan untuk membuat perubahan gaya hidup, seperti mengikuti diet dan program olahraga yang aman.

3. Makanan jatuh sebelum 5 menit, masih boleh dimakan

ilustrasi anak makan (pexels.com/shohei ohara)

Jujur saja, kita semua rasanya pernah mengambil atau menyelamatkan makanan yang sudah jatuh ke lantai, kan. Alasannya klasik, karena  makanan tersebut belum sampai lima menit  terjatuh sehingga masih layak dikonsumsi. Namun nyatanya hal itu hanya mitos dan justru buruk bagi kesehatan.

Dilansir The New York Times, Profesor Donald W Schaffner, ahli mikrobiologi makanan di Rutgers University di New Jersey menyebut, berdasarkan penelitian selama dua tahun yang dipimpinnya menyimpulkan bahwa tidak peduli seberapa cepat kamu mengambil makanan yang jatuh ke lantai, itu akan membawa bakteri bersamanya.

Tingkat kontaminasi tersebut, tentunya juga dipengaruhi oleh lokasi atau permukaan di mana makanan terjatuh. Dilansir Healthline, para peneliti menemukan bahwa karpet memiliki kecepatan transfer yang sangat rendah. Ubin, baja tahan karat, dan kayu memiliki kecepatan transfer yang jauh lebih tinggi. Maka dari itu, terutama bagi orang-orang yang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami komplikasi akibat memakan makanan dari lantai, perlu lebih berhati-hati. Misalnya anak kecil, wanita hamil, atau seseorang dengan imunitas rendah.

4. Mengoleskan pasta gigi saat mengalami luka bakar

ilustrasi mengoleskan pasta gigi (pexels.com/ron lach)

Mengoleskan pasta gigi untuk mengobati luka bakar mungkin juga pernah dilakukan oleh beberapa orang. Alasannya, karena pasta gigi mengandung bahan yang dingin dan menyegarkan. Sehingga, rasanya cukup efektif sebagai pertolongan pertama pada luka bakar yang ringan.

Namun sebenarnya, cara tersebut kurang tepat dan bahkan berbahaya. Dilansir Healthline, faktanya, bahan aktif yang terdapat pada pasta gigi ketika dioleskan pada luka bakar akan menutup panas di bawah lapisan kulit, yang menyebabkan lebih banyak kerusakan dalam jangka panjang.

Meskipun begitu jangan khawatir, karena ada beberapa alternatif pengobatan pada luka bakar ini selain menggunakan pasta gigi. Seperti dengan merendam atau kompres menggunakan air dingin, atau memanfaatkan lidah buaya untuk mengurangi peradangan. Namun jika luka bakar tersebut cukup parah, tentunya harus dirawat oleh dokter.

Baca Juga: 20 Tempat Nongkrong Hits yang Ramah Kantong di Balikpapan 

Verified Writer

Aprilia Nurul Aini

Let's share positive energy

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya