TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Migrasi BPA Tidak Masuk dalam Persyaratan Uji Mutu SNI Produk AMDK

Tidak ada kriteria terkait masa pakai galon polikarbonat

Ilustrasi galon guna ulang. Foto dok

Balikpapan, IDN Times - Pengawas Perdagangan Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan Binsar Yohanes M Panjaitan mengatakan, migrasi bisphenol A (BPA) tidak dipersyaratkan dalam pengujian mutu SNI. Khususnya terhadap air minum dalam kemasan (AMKD) galon polikarbonat. 

Dalam keterangan tertulis disebutkan seperti diatur Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 69 Tahun 2018 tidak mengatur tentang kriteria usia pakai galon polikarbonat. 

Ini terungkap dalam workshop di Jakarta belum lama ini. 

Baca Juga: Bandara Sepinggan di Balikpapan Perbaiki Keretakan pada Landasan Pacu 

1. Migrasi BPA berkaitan dengan penggunaan wadah berulang kali

Label bebas BPA (BPA Free) pada kemasan pangan (IDN Times/Istimewa)

Koordinator Kelompok Substansi Standardisasi Bahan Baku, Kategori, Informasi Produk, dan Harmonisasi Standar Pangan Olahan (BPOM) Yeni Restiani menambahkan, migrasi BPA sangat berkaitan dengan penggunaan berulang wadah kemasan pangan.

Kesimpulannya, BPA berpotensi bermigrasi dari galon ke air.

Potensi itu makin besar jika galon digunakan ulang tanpa batas masa atau usia pakai. Galon yang terus dicuci dengan air bersuhu lebih daripada 75 derajat celcius dan disikat bisa memicu migrasi.

Risiko bertambah lagi apabila galon-galon guna ulang itu disimpan di bawah sinar matahari atau dekat dengan benda berbau tajam. 

2. Galon AMDK menjadi industri yang tak diatur

Perajin menyelesaikan kerajinan tempat lampu dari galon air bekas di Sangkar Semut, Depok, Jawa Barat, Selasa (23/8/2022). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/rwa

Sementara itu, ahli ekonomi dan bisnis Universitas Indonesia Tjahjanto Budisatrio mengaku terkejut saat industri AMDK, khususnya galon, sebagai industri yang tak diatur atau unregulated industry.

“Saat tak diregulasi, industri kayak hukum rimba. Yang menguasai akan makin semena-mena,” katanya dalam diskusi dengan FMCG Insights di Jakarta.

Menurut Tjahjanto, BPA merupakan dampak negatif produk AMDK. Ia menyebutkan uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah menemukan bukti migrasi BPA di produk galon polikarbonat. 

BPOM semestinya mewajibkan pelabelan pada galon polikarbonat. Demikian pun Kementerian Perdagangan agar memasukkan BPA ke dalam daftar parameter uji mutu SNI.

“Harusnya ada BPA dalam SNI karena BPA kan sudah ada ambang batas amannya,” katanya.

3. Tentang ambang batas aman migrasi BPA

Label bebas BPA (BPA Free) pada kemasan pangan. (IDN Times/Istimewa)

Maksud Tjahjanto soal ambang batas aman migrasi BPA sebesar 0,6 bpj sesuai ketentuan BPOM. Ia melihat pentingnya BPA masuk dalam daftar kriteria uji SNI.

Hasil uji lapangan BPOM menunjukkan ada 3,4 persen sampel di sarana distribusi yang tingkat migrasi BPA-nya sudah melampaui 0,6 bpj. Dalam rentang migrasi 0,05 bpj (standar Eropa) hingga 0,6 bpj (standar Indonesia), ditemukan 46,97 persen sampel di sarana distribusi dan 30,91 persen sampel di sarana produksi.

Tjahjanto memandang hal merugikan konsumen tentang tiadanya ketentuan usia pakai galon polikarbonat.

Selain ada potensi migrasi BPA makin besar karena galon terus digunakan. Konsumen juga merugi karena membeli galon yang bisa jadi bukan galon baru tapi yang sudah diproduksi bertahun-tahun lalu.

Saat konsumen membeli galon pertama kali, kata Tjahjanto, tidak ada jaminan konsumen tersebut akan memperoleh galon yang diproduksi tahun yang sama. Seperti juga saat menukar galon. 

Baca Juga: Wamentan Tinjau Aplikasi Si Etam di Karantina Pertanian Balikpapan

Berita Terkini Lainnya