Jangan Curhat ke Anak! Ini 5 Topik yang Bisa Bikin Mereka Terbebani

Samarinda, IDN Times - Dalam kehidupan rumah tangga, nggak semua hal selalu berjalan mulus. Konflik, perbedaan pendapat, atau masalah ekonomi sering kali muncul, dan orang tua—terutama ibu—membutuhkan tempat untuk curhat. Sayangnya, nggak sedikit yang justru mencurahkan isi hati mereka kepada anak.
Curhat ke anak sebenarnya bukan hal yang sepenuhnya buruk. Bahkan, para ahli menyarankan agar orang tua lebih banyak berinteraksi dengan anak. Tapi, perlu diingat, nggak semua masalah harus dibahas dengan mereka. Jika nggak hati-hati, curhat bisa berujung pada parentifikasi—kondisi di mana anak harus mengambil peran sebagai orang dewasa dalam keluarga. Hal ini bisa membuat mereka kehilangan masa kecil dan terbebani secara emosional.
Jadi, biar anak tetap bisa tumbuh dengan sehat tanpa beban yang nggak perlu, berikut adalah 5 topik yang sebaiknya nggak dibahas dengan anak saat curhat.
1. Masalah hubungan dengan pasangan

Ini adalah topik yang paling sering dibawa orang tua saat curhat ke anak, tapi justru paling berbahaya. Anak bukan mediator di antara orang tua. Membicarakan pertengkaran atau konflik dengan pasangan hanya akan membuat mereka merasa terjebak di tengah dan bisa menyebabkan trauma.
Kalau sedang kesal dengan pasangan, lebih baik ambil waktu sendiri dulu. Kalau pun anak melihat ada ketegangan, cukup beri penjelasan singkat bahwa segala sesuatu bisa diselesaikan tanpa harus membuat mereka khawatir.
2. Masalah di tempat kerja

Capek sama bos? Punya rekan kerja yang menyebalkan? Tahan dulu sebelum cerita ke anak. Membicarakan masalah pekerjaan di depan mereka bisa menanamkan stigma negatif terhadap dunia kerja. Anak jadi menganggap bahwa bekerja itu selalu penuh tekanan dan nggak menyenangkan.
Lebih baik curhat ke pasangan atau teman yang bisa memberikan solusi. Dengan begitu, masalah bisa terselesaikan tanpa membebani anak.
3. Masalah ekonomi keluarga secara rinci

Banyak orang tua berpikir bahwa membicarakan kondisi ekonomi bisa membuat anak lebih hemat dan mengerti keadaan keluarga. Tapi, kalau terlalu detail—misalnya menyebutkan biaya sekolah yang mahal atau kesulitan bayar kebutuhan bulanan—anak bisa merasa bersalah.
Mereka mungkin jadi takut meminta sesuatu yang sebenarnya adalah hak mereka, seperti pendidikan atau uang jajan. Bahkan, beberapa anak bisa sampai mengorbankan masa depan mereka, seperti memilih universitas yang lebih murah atau malah nggak kuliah sama sekali demi mengurangi beban orang tua.
4. Masalah dengan anggota keluarga/kerabat

Punya masalah dengan saudara atau teman dekat? Jangan sampai anak ikut terbawa dalam konflik tersebut. Mungkin saja mereka menyayangi orang yang sedang kamu bicarakan. Jika kamu terus mengeluh tentang seseorang, anak bisa merasa terjebak di antara hubungan yang seharusnya mereka jalani secara netral.
Lebih baik selesaikan masalah dengan cara yang dewasa. Jika memang hubungan dengan seseorang sudah nggak bisa diperbaiki dan berpotensi membahayakan keluarga, barulah kamu bisa mempertimbangkan untuk menjaga jarak.
5. Masalah emosional pribadi

Kadang, orang tua juga butuh tempat untuk meluapkan stres dan emosi. Tapi ingat, anak bukanlah terapis. Mereka nggak punya kemampuan emosional untuk memahami atau membantu masalah orang dewasa.
Kalau merasa kewalahan, coba luangkan waktu untuk diri sendiri. Katakan kepada anak bahwa kamu butuh istirahat sejenak. Selain itu, curhatlah kepada teman yang bisa dipercaya atau bahkan profesional jika dirasa perlu.
Menjalin komunikasi yang baik dengan anak memang penting, tapi bukan berarti semua masalah bisa diceritakan kepada mereka. Pastikan curhat yang dilakukan tetap dalam batasan wajar dan nggak membebani mental mereka. Anak berhak menikmati masa kecil mereka tanpa harus menanggung beban yang seharusnya menjadi tanggung jawab orang dewasa.
Jadi, yuk lebih bijak dalam berbagi cerita dengan anak!