- Jantung berdebar kencang dan napas pendek
- Keringat dingin, pusing, atau mual
- Rasa ingin jatuh meski berada di tempat aman
- Panik dan ingin segera melarikan diri
Lutut Langsung Lemas Lihat Tempat Tinggi? Waspadai Acrophobia!

Tak semua rasa takut itu buruk. Dalam batas wajar, rasa takut justru membantu manusia menjaga diri dari bahaya. Namun, jika muncul secara berlebihan dan tidak sesuai situasi, rasa takut bisa berkembang menjadi fobia. Salah satu yang paling umum adalah acrophobia — ketakutan ekstrem terhadap ketinggian.
Bagi sebagian orang, berdiri di lantai dua gedung saja sudah membuat lutut lemas dan napas sesak. Acrophobia bukan sekadar rasa tidak nyaman, tapi ketakutan intens yang bisa memicu serangan panik, bahkan hanya karena melihat video atau foto pemandangan dari ketinggian.
1. Apa itu acrophobia?

Acrophobia adalah gangguan kecemasan spesifik yang ditandai dengan ketakutan berlebihan terhadap tempat tinggi — mulai dari gedung bertingkat, jembatan, hingga tangga. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, acron (tinggi) dan phobos (takut).
Rasa takut ini muncul bukan karena bahaya nyata, melainkan persepsi berlebihan terhadap risiko jatuh. Otak penderita acrophobia terlalu aktif merespons situasi tinggi seolah-olah berbahaya, meski sebenarnya aman.
2. Gejala yang umum dialami penderita acrophobia

Penderita acrophobia bisa mengalami gejala fisik maupun emosional saat berada di ketinggian, seperti:
Dalam kasus berat, mereka bahkan menghindari tempat tinggi sama sekali — seperti lift kaca, jembatan penyeberangan, atau balkon — yang akhirnya mengganggu aktivitas sosial maupun pekerjaan.
3. Penyebab acrophobia

Penyebab acrophobia bisa berasal dari pengalaman traumatis, seperti hampir jatuh atau melihat orang lain terjatuh dari ketinggian. Otak kemudian merekam pengalaman itu sebagai ancaman dan memunculkan rasa takut saat menghadapi situasi serupa.
Selain trauma, faktor genetik dan cara otak memproses rasa takut juga berperan. Beberapa penelitian menyebut sistem keseimbangan di telinga bagian dalam (vestibular system) pada penderita acrophobia lebih sensitif, sehingga mereka mudah kehilangan stabilitas di tempat tinggi.
Faktor lingkungan pun berpengaruh. Anak yang sejak kecil selalu dilarang keras mendekati tempat tinggi berisiko tumbuh dengan rasa takut berlebih terhadap ketinggian.
4. Cara mengatasi acrophobia

Kabar baiknya, acrophobia bisa diatasi. Salah satu metode paling efektif adalah terapi paparan (exposure therapy), di mana penderita diperkenalkan pada ketinggian secara bertahap dan aman — mulai dari melihat foto, menonton video, hingga mencoba berdiri di tempat tinggi sungguhan.
Selain itu, terapi kognitif-perilaku (CBT) juga membantu penderita mengenali dan mengubah pola pikir negatif menjadi lebih rasional. Teknik relaksasi seperti pernapasan dalam, meditasi, atau mindfulness dapat membantu menenangkan diri saat rasa takut muncul.
Acrophobia bukan tanda kelemahan, melainkan reaksi berlebihan dari sistem pertahanan diri. Memahami bahwa rasa takut bisa dikelola adalah langkah awal menuju pemulihan. Dengan terapi yang tepat, dukungan orang terdekat, dan keberanian untuk menghadapi ketakutan sedikit demi sedikit, penderita acrophobia bisa kembali menikmati hidup tanpa dibatasi oleh rasa takut terhadap ketinggian.