Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mengapa Truk Bermoncong Jarang Terlihat di Jalanan Indonesia?

Ilustrasi truk bermoncong (pexels.com/Quintin Gellar)

Samarinda, IDN Times - Kalau kamu sering mengamati lalu lintas, pasti sudah akrab dengan berbagai jenis truk yang melintas di jalanan. Tapi, pernah nggak sih kamu sadar kalau truk bermoncong hampir nggak pernah terlihat lagi? Padahal, truk jenis ini dulu sempat eksis, lho, terutama di era 1970-an dengan hadirnya Mercedes-Benz L-Series yang populer dengan julukan Mercy Bagong.

Sayangnya, truk bermoncong mulai tersingkir mendekati tahun 2000-an, digantikan oleh truk jenis cab over alias truk tanpa moncong. Jadi, apa sebenarnya yang membuat truk bermoncong ditinggalkan? Yuk, simak lima alasannya berikut ini!

1. Moncong truk menyebabkan blind spot semakin bertambah

Ilustrasi truk bermoncong di jalanan yang padat (pexels.com/David Brown)

Truk bermoncong punya desain khas dengan mesin yang ditempatkan di depan kabin sopir. Secara aerodinamis, desain ini lebih unggul karena dapat menghemat konsumsi bahan bakar.

Tapi, kelebihan ini dibarengi dengan tantangan besar, seperti titik blind spot yang lebih luas. Blind spot ini bikin sopir harus ekstra hati-hati, apalagi kalau harus berbagi jalan dengan motor atau kendaraan kecil lainnya.

2. Truk dengan moncong lebih sulit bermanuver di jalan tertentu

Ilustrasi truk tanpa moncong sedang berbelok (pexels.com/Ben Johnson)

Desain mesin di depan kabin juga menyebabkan radius putar truk bermoncong lebih besar. Artinya, truk ini butuh ruang ekstra untuk bermanuver. Jadi, kalau jalanan sempit atau padat kendaraan, sopir bakal kesulitan mengendalikan truk bermoncong.

Bandingkan dengan truk cab over yang punya mesin di bawah kabin sopir-radius putarnya lebih kecil sehingga lebih lincah bermanuver.

3. Kondisi infrastruktur dan jalan tol yang masih belum merata

Ilustrasi truk bermoncong di jalanan yang rata (pexels.com/Level 23 Media)

Kondisi jalan di Indonesia, yang sering kali padat kendaraan, penuh tikungan tajam, tanjakan, atau turunan, nggak mendukung keberadaan truk bermoncong. Truk jenis ini lebih cocok untuk jalan bebas hambatan seperti jalan tol atau rute lurus yang banyak ditemukan di Amerika. Nggak heran truk bermoncong lebih sering terlihat di luar negeri dibandingkan di sini.

4. Adanya regulasi yang mengatur dimensi ukuran truk

ilustrasi truk tanpa moncong (pexels.com/Mert Dinçer)

Pemerintah Indonesia menetapkan aturan ketat tentang ukuran kendaraan melalui PP Nomor 55 Tahun 2012. Panjang maksimal truk, termasuk muatannya, adalah 18 meter, dengan lebar 2,5 meter dan tinggi 4,2 meter.

Nah, moncong truk justru mengurangi ruang untuk muatan, yang bikin truk ini dianggap kurang efisien secara bisnis. Regulasi ini memotivasi produsen truk untuk menciptakan desain cab over yang lebih ringkas dan ekonomis.

5. Dari regulasi tersebut, truk bermoncong bisa mengurangi kapasitas kargo

Ilustrasi truk tanpa moncong membawa barang (pexels.com/Yanqing Xu)

Truk cab over hadir sebagai solusi untuk berbagai kekurangan truk bermoncong. Selain lebih mudah bermanuver di jalanan sempit, truk ini juga lebih efisien dalam mengangkut muatan. Dengan semua keunggulan ini, nggak heran truk cab over kini mendominasi jalanan di Indonesia.

Meski mulai jarang terlihat, truk bermoncong sebenarnya punya kelebihan, lho, seperti desain aerodinamis yang hemat bahan bakar. Sayangnya, kelebihan ini nggak cukup untuk menutupi sederet kekurangannya, terutama untuk kondisi jalanan Indonesia.

Namun, bagi para pecinta otomotif, truk bermoncong tetap punya daya tarik tersendiri sebagai ikon klasik yang pernah berjaya di masanya. Kalau kamu kebetulan melihat truk bermoncong melintas, anggap saja itu sebagai nostalgia unik di tengah dominasi truk cab over yang modern!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
SG Wibisono
EditorSG Wibisono
Follow Us