Gubernur Kaltim Akhirnya Merespons Tragedi Muara Kate

Samarinda, IDN Times - Lima bulan telah berlalu sejak tragedi pembunuhan Russel (60), tokoh masyarakat Dayak dari Dusun Muara Kate, Kabupaten Paser. Hingga kini, kasus yang terjadi pada 15 November 2024 dinihari itu belum menemui titik terang.
Pada Selasa (15/4/2025), puluhan anggota Koalisi Masyarakat Sipil melakukan unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur. Mereka menuntut pemerintah segera mengambil tindakan konkret untuk mendorong penyelesaian kasus pembunuhan tersebut.
Koalisi yang terdiri dari perwakilan warga Muara Kate, Batu Kajang, Rangan, organisasi masyarakat sipil, dan mahasiswa ini juga mendesak Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud-Seno Aji untuk menindak tegas perusahaan tambang yang masih melakukan aktivitas hauling batu bara di jalan umum.
1. Koalisi menilai pemerintah abai

Sebanyak 15 warga dari Muara Kate hingga Batu Kajang telah mengajukan surat gugatan kepada Gubernur Kaltim. Mereka menilai sang gubernur telah lalai menjalankan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012 yang mewajibkan pemerintah provinsi melindungi fasilitas umum dari aktivitas tambang batu bara.
"Gubernur cuek dan tidak serius melindungi warga Kaltim dari kejahatan tambang," ujar koordinator aksi, Warta Linus, Selasa (15/4/2025).
Aksi ini disebut sebagai puncak kekecewaan warga yang telah lama merasakan dampak negatif aktivitas tambang. Pejabat publik dan aparat penegak hukum dinilai tidak memberikan perlindungan memadai, bahkan dianggap membiarkan warga berjuang sendiri menghadapi masalah ini.
2. Kronologi kasus pembunuhan Russel

Sekadar mengingatkan, Russel tewas setelah mendapat serangan senjata tajam dari orang tak dikenal (OTK), saat berjaga di Pos Penjagaan Hauling Batu bara pada Jumat, 15 November 2024 lalu. Peristiwa itu juga menyebabkan Ansouka (55) mengalami luka serius di bagian leher.
Sebelumnya, pada 26 Oktober 2024, seorang pendeta bernama Veronika Fitriani juga kehilangan nyawanya akibat terlindas truk pengangkut batubara milik PT Mantimin Coal Mining (MCM) di Desa Muara Langon.
3. Protes warga

Warga telah melakukan berbagai aksi protes sejak Desember 2023 menolak penggunaan jalan umum oleh truk-truk batu bara. Pada Februari 2025, sekelompok ibu-ibu di Desa Batu Kajang kembali melakukan aksi dengan menghadang truk pengangkut batu bara.
Dalam video yang beredar, terlihat sebuah truk bermuatan emas hitam dipaksa berhenti oleh para perempuan yang berdiri berbaris di jalan. Aksi ini menjadi bentuk perlawanan warga terhadap aktivitas tambang yang dinilai merugikan dan membahayakan masyarakat.
4. PT MCM diklaim warga melanggar aturan

Koalisi menilai, selama ini PT MCM telah menggunakan jalan umum sepanjang 126 km untuk mengangkut batu bara tanpa izin. Aktivitas ini melintasi tiga kecamatan: Muara Komam, Batu Sopang, hingga ke lokasi penumpukan di Desa Rangan, Kecamatan Kuaro.
Perusahaan ini juga diduga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 28 UU tersebut secara tegas melarang tindakan yang dapat merusak atau mengganggu fungsi jalan umum.
Di Muara Kate dan Batu Kajang, truk-truk batubara bisa mencapai 700-1.000 unit dalam satu konvoi. Kondisi jalan yang rusak parah dengan lubang sedalam lutut orang dewasa telah menyebabkan banyak kecelakaan.
"Anak-anak sekolah kesulitan menyeberang. Banyak warga yang sudah mengalami kecelakaan hingga patah tulang," keluh Warta.
5. Tuntutan warga

Dalam aksi tersebut, ada sejumlah tuntutan yang disampaikan ;
- Penegakan Perda No. 10/2012 di seluruh Kaltim
- Penghentian aktivitas tambang ilegal
- Penindakan hukum terhadap PT MCM
- Pencabutan izin PKP2B PT MCM
- Penangkapan pelaku pembunuhan Russel
6. Respons Gubernur Kaltim

Menanggapi aksi tersebut, Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud akhirnya memberikan respons. Dia berjanji akan menanyakan langsung perkembangan kasus ini kepada Kapolda Kaltim Irjen Pol Endar Priantoro.
"Besok jika tidak ada halangan, saya akan tanyakan ke Kapolda," tegas Rudy selepas bertemu dengan perwakilan koalisi.
Dirinya juga menegaskan komitmennya untuk menjalankan Perda Nomor 10 Tahun 2012. Perda tersebut mengatur agar angkutan batubara tidak menggunakan jalan negara.
"Kegiatan pertambangan harus menggunakan jalan sendiri, hauling sendiri," jelas Rudy.
Namun, ia menyebut ada pengecualian dalam UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 91 yang memungkinkan hauling di jalan umum dengan syarat tertentu terkait keselamatan.
"Saya sangat tidak setuju kegiatan pertambangan yang menggunakan jalan umum," pungkas Rudy.