Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Hubungan Seks Sesama Jenis Jadi Sebab Terbanyak HIV/AIDS di Balikpapan

ilustrasi HIV (freepik.com/freepik)

Balikpapan, IDN Times - Hingga Oktober 2024, Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan mencatat ada 303 kasus HIV/AIDS yang terdeteksi di Balikpapan. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun lalu, di mana ada 318 kasus HIV/AIDS yang terdeteksi.

Kasus HIV/AIDS di Balikpapan, dijelaskan Ketua Tim Kerja Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P3M) Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan, dr. I Dewa Gede Dony Lesmana cenderung stagnan. Meski tidak mengalami lonjakan yang signifikan dari tahun ke tahun, namun kasus ini perlu diwaspadai. Apalagi penyebab paling banyak akibat hubungan sesama jenis.

Kendati demikian, mobilisasi manusia ke Balikpapan karena pembangunan IKN menjadi kewaspadaan tersendiri bagi DKK Balikpapan.

"Sebagai kota penyangga, kami harus siap dengan berbagai masalah sosial dan kesehatan termasuk penyakit menular. Salah satunya adalah HIV/AIDS," kata dia.

1. Kasus HIV/AIDS didominasi laki-laki pada usia produktif

ilustrasi virus HIV (unsplash.com/National Institute of Allergy and Infectious Diseases)

Kasus HIV/AIDS di Balikpapan didominasi penularan pada kelompok usia produktif, khususnya pria. Berdasarkan data yang diterima Dinas Kesehatan Kota Balikpapan (DKK), hingga Agustus 2024 tercatat 393 kasus Infeksi Menular Seksual (IMS), yang menjadi alarm atas potensi penyebaran HIV/AIDS di kota tersebut.

Jumlah tersebut menunjukkan kenaikan dibandingkan tahun lalu, yang tercatat sebanyak 324 kasus IMS. Dewa, menyebutkan bahwa peningkatan kasus IMS merupakan indikasi awal dari potensi penularan HIV/AIDS.

“Biasanya, kasus HIV/AIDS diawali dengan peningkatan kasus IMS. Ini yang harus kami waspadai,” jelasnya kepada IDN Times pada Sabtu (30/11/2024).

Lebih lanjut kata Dewa, penularan HIV/AIDS di Balikpapan lebih banyak terjadi melalui hubungan seksual berisiko, baik homoseksual maupun heteroseksual. Fenomena ini berbeda dengan pola penularan pada dekade 1990-an, yang mayoritas disebabkan oleh penggunaan jarum suntik narkoba secara bergantian.

Kelompok usia 25-49 tahun, yang merupakan usia produktif, tercatat sebagai kelompok yang paling banyak terinfeksi HIV/AIDS, dengan jumlah kasus pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, yakni 198 kasus pada laki-laki dan 74 kasus pada perempuan di tahun ini. 

Data juga menunjukkan bahwa kelompok tertentu seperti laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), pekerja seks, serta pelanggan pekerja seks merupakan populasi kunci yang berisiko tinggi terhadap HIV/AIDS. Hingga Oktober 2024, tercatat ada 140 kasus di kalangan LSL, 54 kasus pada pelanggan pekerja seks, pasangan yang kerap berganti pasangan 44 kasus, transgender 2 kasus, serta 45 kasus pada anak dengan orangtua pengidap HIV (ODHIV).

Dewa juga menyebut angka kematian akibat AIDS pada 2024 menunjukkan penurunan, yakni 38 kasus, dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 55 kasus. Namun, masih ada kekhawatiran terkait penularan di kalangan ibu rumah tangga, dengan 39 kasus pada 2023 dan 32 kasus pada 2022.

2. Memastikan akses layanan kesehatan bagi ODHIV

ilustrasi pasien di rumah sakit (pexels.com/RDNE Stock project)

Dewa menerangkan, pemerintah memberikan akses penuh terhadap pengobatan HIV/AIDS melalui BPJS Kesehatan dan layanan non-BPJS tanpa biaya bagi semua warga yang memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK).

"Semua biaya pengobatan, termasuk untuk komplikasi yang ditimbulkan akibat HIV/AIDS, sepenuhnya ditanggung negara," sebut Dewa.

Untuk memastikan pasokan obat tidak terhenti, DKK Balikpapan juga menjamin ketersediaan obat yang selalu siap di fasilitas kesehatan. Bahkan, jumlah layanan pengobatan bagi ODHIV di Balikpapan kini telah meningkat signifikan, dari hanya 3 layanan pada 2017 menjadi 25 layanan pada 2024.

Selain pengobatan, upaya preventif juga terus dilakukan. DKK Balikpapan memperluas skrining HIV/AIDS, tidak hanya di kalangan pekerja seks, tetapi juga pada calon pengantin, ibu hamil, serta di lokasi-lokasi dengan potensi penularan tinggi. "Kami wajibkan setiap ibu hamil dan calon pengantin untuk menjalani skrining HIV, sifilis, dan Hepatitis B," tambah Dewa.

Pemerintah, lanjuta dia juga melakukan edukasi dan sosialisasi di berbagai kalangan masyarakat, mulai dari sekolah, perusahaan, hingga eks-lokalisasi yang terindikasi masih beroperasi.

Program deteksi dini pada ibu hamil juga dilakukan dengan tujuan untuk menekan risiko penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi. "Skrining dilakukan di puskesmas dan akan diperluas ke bidan praktek untuk menjangkau lebih banyak individu," papar Dewa.

Tak berhenti di situ, sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup ODHIV, pemerintah juga memberikan paket makanan tambahan bagi sekitar 120 ODHIV di Balikpapan. Pemberian paket ini diharapkan dapat membantu pemenuhan gizi serta menjadi stimulus bagi ODHIV untuk tetap menjalani pengobatan secara rutin. “Kami sering menemukan ada ODHIV yang berhenti berobat karena merasa jenuh atau terpengaruh oleh hoaks mengenai pengobatan tradisional,” ungkap Dewa.

Meskipun stigma terhadap ODHIV masih ada di masyarakat, Dewa menegaskan bahwa layanan kesehatan bagi mereka bebas diskriminasi. Bahkan, ODHIV mendapat layanan prioritas untuk mengurangi potensi mereka tertular penyakit lain, mengingat sistem imun mereka yang lebih lemah.

Pemerintah juga menyediakan fasilitas pemeriksaan virus HIV secara tahunan di Rumah Sakit Kanujoso Djatiwibowo (RSKD) Balikpapan, untuk memantau efektivitas pengobatan. Jika jumlah virus dalam tubuh ODHIV berkurang atau bahkan tidak terdeteksi, mereka dapat melanjutkan kehidupan seperti biasa, termasuk menikah dan memiliki anak.
“Sepanjang virus tidak terdeteksi, ODHIV tetap bisa menikah dan memiliki keturunan. Yang terpenting adalah rutin mengonsumsi obat untuk menjaga virus tetap tidak terdeteksi,” jelas Dewa.

3. Menghapus diskriminasi dan stigma terhadap ODHIV masih jadi tantangan

Logo Hari AIDS Sedunia (dok. World AIDS Day)

Sekretraris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kaltim Jurnanto menjelaskan, salah satu prioritas adalah memastikan bahwa orang dengan HIV/AIDS (ODHIV) mendapatkan akses yang setara terhadap layanan kesehatan. Tidak ada lagi ruang khusus untuk ODHIV, yang dulu diterapkan di rumah sakit.

Semua pasien, tanpa memandang status HIV mereka, berhak mendapatkan layanan kesehatan yang sama. Hal ini menjadi penting untuk menghilangkan diskriminasi yang sering kali menimpa penderita AIDS.

Selain layanan kesehatan, Jurnanto juga menekankan pentingnya pendidikan bagi ODHIV. Mereka berhak menempuh pendidikan di sekolah mana pun tanpa takut dikucilkan atau dikeluarkan. Pendidikan yang inklusif dan bebas diskriminasi akan membantu mengurangi stigma yang ada di masyarakat.

ODHIV juga harus dipastikan memperoleh kesempatan yang setara dalam dunia pekerjaan. Tidak ada lagi alasan bagi perusahaan untuk menolak atau bahkan memecat pekerja hanya karena mereka terdeteksi positif HIV. "Pemberian akses pekerjaan yang layak bagi ODHIV adalah bagian dari upaya untuk menegakkan hak asasi manusia yang setara bagi semua," kata dia.

Selain itu, Jurnanto juga menilai edukasi tentang HIV/AIDS sangat penting untuk masyarakat. Masyarakat perlu mengetahui bahwa AIDS tidak mudah menular dan tidak bisa sembarangan menyebar. Penularan HIV/AIDS, sebut dia hanya bisa terjadi melalui tiga jalan. Yang pertama adalah hubungan seksual, kemudian penggunaan jarum suntik bergantian untuk pengguna narkotika dan ibu hamil kepada anaknya.

"Artinya, penularan HIV/AIDS ini sangat sulit. Bukah jenis penyakit yang mudah menular, ini perlu dipahami oleh masyarakat," katanya.

Pengertian yang benar dapat membantu mengurangi ketakutan dan kesalahpahaman yang sering kali berujung pada stigma terhadap penderita HIV/AIDS. KPA Kaltim juga fokus menghapus stigma ini sebagai prioritas utama mereka.

Jurnanto juga menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai upaya mitigasi di kawasan Ibu Kota Negara (IKN), mengingat adanya pekerja dari luar daerah yang menjadi perhatian. Di sana, sudah ada laporan mengenai pekerja yang terdeteksi HIV/AIDS, namun mereka telah mendapatkan pendampingan dan layanan kesehatan yang memadai. Meski ada kasus-kasus yang ditemukan, Jurnanto menegaskan bahwa tidak ada kabar mengenai ledakan kasus HIV/AIDS di kawasan tersebut, dan segala langkah mitigasi sudah dilakukan dengan baik.

Bagi ibu hamil yang terdeteksi positif HIV, sekarang sudah ada layanan khusus yang memastikan agar anak yang dikandung tidak tertular HIV dari ibunya. Layanan ini dapat diakses di rumah sakit-rumah sakit terdekat dan merupakan langkah positif dalam mengurangi risiko penularan vertikal (dari ibu ke anak).

KPA Kalimantan Timur, diterangkan Jurnanto terus berupaya untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, di mana penderita HIV/AIDS tidak lagi dianggap sebagai kelompok marginal. Mereka harus diperlakukan dengan setara, dihargai, dan tidak boleh dikucilkan.

"Dengan mengurangi stigma dan mendukung akses kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan yang setara, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang lebih baik bagi semua pihak," jelasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni
EditorLinggauni
Follow Us