Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Melihat Ritual Balala' Larangan ke Luar Rumah bagi Warga Dayak Kanayatn

Tradisi Balala’ digelar di Kabupaten Landak, Kalbar. (IDN Times/Istimewa).

Pontianak, IDN Times - Seperti Nyepi di Bali, ada tradisi dari warga Dayak Kanayant di tiga Kabupaten di Kalimantan Barat (Kalbar) yang menggelar tradisi Balala’, larangan untuk ke luar rumah.

Dengan perlengkapan adat seperti ayam yang telah dipotong, poe atau lemang, beras yang disimpan dalam mangkok dengan koin serta telur bulat di atasnya, termasuk sirih-pinang, lilin dan perlengkapan lain-lain dihampar pada sebuah tikar kecil yang sudah disiapkan.

Tradisi Balala’ dipimpin oleh seorang Panyangahatn, ritual tutup saka digelar DAD Kecamatan Ngabang di monumen Batu Pakat Wilayah Adat Binua Pantu Serarus, di kawasan pasar Terminal Bus Ngabang, Kabupaten Landak, Kalbar.

Ritual tutup saka tersebut menjadi tanda dimulainya Ritual Balala' Pantang Nagari, dilakukan serentak oleh masyarakat terutama komunitas adat Dayak Kanayatn di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Landak, Mempawah dan Kubu Raya.

1. Larangan aktivitas ke luar rumah

Susana Kabupaten Landak saat digelar tradisi Balala’. (IDN Times/istimewa).

Setelah ritual tutup saka atau tutup jalan, para petugas adat akan memasang tanda penutup berupa untaian daun kelapa yang biasanya dipasang di persimpangan jalan, maupun tanda di rumah-rumah yang dimulai pukul 18.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB hari berikutnya. Selama waktu tersebutlah aktivitas ke luar rumah akan dilarang layaknya Nyepi di Bali.

“Balala' tahun ini adalah tahun kelima dilaksanakan di tiga kabupaten secara serentak yang awalnya dimulai tahun 2021. Tujuan Ritual Balala' ini adalah untuk kita masyarakat khususnya masyarakat Kabupaten Landak, Mempawah dan Kubu Raya untuk menjaga keseimbangan alam," ungkap Pj Ketua DAD Kecamatan Ngabang, Cahyatanus, Minggu (25/5/2025).

2. Menandakan waktu beristirahat, bentuk menghargai alam

Warga Dayak Kanayatn gelar tradisi Balala’. (IDN Times/istimewa).

Dahulu, ritual yang juga dilakukan sebagai penolak bala atau untuk mengusir penyakit dan hal-hal jahat ini, biasanya dilakukan secara tersendiri oleh setiap kampung.

Cahyatanus menceritakan, ritual Balala' ini dilakukan setelah satu tahun masyarakat melaksanakan berbagai aktivitas pertanian. Mulai dari membuka ladang hingga panen dan melaksanakan gawai Naik Dango.

“Nah untuk memulai berbagai aktivitas selanjutnya, maka setelah acara gawai itu maka dilaksanakanlah Balala'. Balala' itu sendiri adalah waktu beristirahat,” tuturnya.

Saat dilakukan Ritual Balala' tersebut selain aktivitas keluar rumah, berbagai kegiatan lain juga turut dilarang. Mulai dari tidak menebang atau memetik tumbuhan, tidak mengeluarkan suara bising, tidak membunuh makhluk hidup, tidak memanggang atau membakar hewan.

Lalu, tidak menumbuk atau menggiling padi, tidak memasak atau membakar barang Nayao seperti jengkol, petai, nangka hingga rebung, tidak bertamu atau menerima tamu dari luar, tidak menerima pemberian dari keluarga maupun warga sekitar.

3. Pengecualian untuk nakes, hingga aparat TNI-Polri

Warga dayak Kanayatn gelar tradisi Balala’. (IDN Times/istimewa).

Ritual Balala' tetap memberi kelonggaran selain bagi pengurus adat, yakni kepada aparat keamanan baik TNI-Polri, Satpol PP, layanan dan tenaga kesehatan, pemadam kebakaran, BPBD, PLN, pekerja sosial, serta warga yang melaksanakan tugas sesuai fungsinya, termasuk dalam kondisi darurat seperti warga terdampak bencana alam, warga sakit atau meninggal dan lain-lain.

“Kenapa tidak boleh dilakukan, karena pada saat Balala' itulah kita diberikan waktu untuk beristirahat, kita tidak mengganggu alam, kita menghargai alam. Karena alam diciptakan Tuhan Yang Maha Esa harus kita jaga,” jelasnya.

Karena selain untuk mebiarkan alam memperbaiki dirinya, momen Balala' ini juga menurutnya bisa dimanfaatkan masyarakat untuk aktivitas kekeluargaan di dalam rumah.

"Pada saat itulah mungkin melalui Balala' ini kita juga bisa mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena kita bisa melaksanakan doa bersama keluarga dan sanak saudara di rumah," ucapnya.

Sementara Timanggong Binua Pantu Seratus, Amat, menuturkan berbagai larangan yang juga telah disosialisasikan sebelum kegiatan juga memiliki konsekuensi hukum adat jika dilanggar.

"Kalau sanksinya untuk saat ini kita memberikan sanksi melihat kronologis pelanggarannya, tidak satu macam. Apakah sengaja atau tidak sengaja, beda-beda ada pertimbangannya," tuturnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
SG Wibisono
EditorSG Wibisono
Follow Us