Sebulan Berlalu, Perambah Hutan Pendidikan Unmul Masih Berkeliaran

Balikpapan, IDN Times – Sudah sebulan berlalu, pelaku perambahan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Lempake atau Hutan Pendidikan Unmul tak kunjung ditangkap. Kepolisian berdalih, saat mendatangi lokasi, tak ada alat berat yang ada di lokasi.
Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yuliyanto mengatakan sampai saat ini kasus perambahan kawasan hutan pendidikan ini masih tahap penyelidikan.
1. Polisi dan Gakkum bagi tugas

Yuliyanto mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya telah meminta keterangan dari sembilan orang yang berada di lokasi, termasuk perwakilan dari Unmul.
“Polda Kaltim sudah berkoordinasi dengan Gakkum Kementerian Kehutanan. Kesepakatannya, Gakkum menangani penegakan hukum terhadap perusakan hutan, sementara Polda fokus pada dugaan penambangan ilegal,” jelas Kombes Yuliyanto, Jumat (16/5/2025).
2. Tantangan di lapangan: alat berat sudah tak Ada

Polda Kaltim mengakui menghadapi sejumlah kendala dalam mengungkap kasus ini. Salah satunya adalah minimnya barang bukti fisik di lokasi kejadian.
“Dalam perkara tambang ilegal, kami sering hanya menemukan bekas aktivitas. Excavator atau alat berat yang diduga digunakan sudah tidak ada di lokasi. Ini jadi tantangan tersendiri,” kata Yuliyanto.
Namun demikian, penyidik tetap melakukan olah TKP berdasarkan bukti yang tersedia, termasuk rekaman video viral yang memperlihatkan kerusakan hutan.
“Kami tetap proses. Kalau arah penambangannya sudah jelas dan cukup bukti, akan kami naikkan ke penyidikan. Nanti akan ada LP resmi,” tegasnya.
3. Polda dan Gakkum diduga praperadilan

Sebelumnya, pada Rabu (14/5/2025), Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI) resmi melayangkan gugatan praperadilan terhadap Polda Kalimantan Timur dan Kementerian Kehutanan. Gugatan ini terkait penanganan kasus dugaan tambang ilegal di area Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK Lempake atau yang lebih dikenal Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman, Samarinda.
Wakil Ketua Umum ARRUKI, Munari menegaskan pihaknya tidak ingin kasus ini menguap begitu saja, mengingat dampaknya bisa merusak lingkungan dan mencoreng dunia pendidikan.
“Intinya kami mendesak kepolisian dan Kementerian Kehutanan menangani kasus ini secara serius hingga tuntas,” imbuhnya.
Almas Tsaqibirru, warga yang menggugat Polda Kaltim dan Gakkum turut menyuarakan keprihatinan yang sama. Menurutnya, hingga kini penanganan kasus belum menyentuh aktor intelektual di balik dugaan tambang ilegal tersebut.
“Kesannya hanya mengorbankan pekerja lapangan. Dari laporan ke Polda, baru ada dua calon tersangka,” ungkap Almas.
Gugatan ini secara khusus menyasar Polda Kaltim dan Kementerian Kehutanan, yang dinilai belum menunjukkan langkah nyata dalam mengungkap praktik tambang ilegal yang diduga melibatkan sebuah koperasi berinisial P.
ARUKKI sebelumnya telah melaporkan koperasi tersebut ke Polda Kaltim pada 14 April 2025. Mereka menuding koperasi itu melakukan aktivitas penambangan tanpa izin di KHDTK Lempake, yang diperkirakan telah merusak lahan seluas 3,26 hektare.
Dalam laporan ARUKKI, disebutkan bahwa Koperasi P sempat mengirim surat kepada Rektor Universitas Mulawarman yang ditandatangani oleh ketuanya. Surat itu berisi tawaran kerja sama penambangan—tawaran yang langsung ditolak oleh pihak kampus karena KHDTK Lempake merupakan kawasan pendidikan dan konservasi, bukan untuk eksploitasi sumber daya alam.