Vonis 15 Tahun karena Bukti Janggal? Istri Ungkap Tuduhan Rekayasa Polisi

Balikpapan, IDN Times – Idayani (48), istri dari Feri bin Markus Lalo (49), mendatangi Mapolda Kalimantan Timur, Senin (30/6/2025) sore, untuk memberikan keterangan kepada Bidang Propam. Ia diperiksa sebagai saksi dalam laporan dugaan rekayasa penangkapan yang menimpa suaminya, Feri, oleh personel Satresnarkoba Polres Kutai Timur pada 25 Oktober 2023 silam. Inda tak sendirian, dia didampingi kuasa hukum, Toni.
Feri kini telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Kutai Timur dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena dinyatakan memiliki 98 gram sabu. Namun, kuasa hukum Feri, Toni, menyebut ada sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut, baik dari kronologi penangkapan hingga barang bukti yang disita.
“Kami menduga kuat terjadi rekayasa dalam penangkapan dan penggeledahan di rumah klien kami. Karena itu, kami telah melaporkan hal ini ke Propam Mabes Polri pada 30 Mei 2025,” kata Toni mendampingi Indayani di Mapolda Kaltim.
1. Tiga kali penggeledahan, tak temukan narkoba

Toni menjelaskan bahwa rumah kliennya di Sangatta, Kutai Timur, digeledah hingga tiga kali oleh personel Satresnarkoba Polres Kutim dalam satu hari. Namun, tidak ditemukan narkoba dalam penggeledahan tersebut.
“Karena tidak ada narkoba, akhirnya yang disita justru timbangan kue dan plastik flip yang biasa dipakai untuk membungkus kue atau acar,” ujar Toni.
Inda juga mengaku bahwa polisi tidak menunjukkan surat perintah penggeledahan saat masuk ke rumah. Bahkan, proses penggeledahan dilakukan secara brutal—pot-pot bunga dirusak, tanah dicangkul, dan kandang ayam diacak-acak, namun tetap tidak ditemukan barang bukti narkoba.
"Karena saya kan orang awam, jadi ketika mereka (polisi) bilang mau memeriksa, ya saya persilahkan saja," kata Inda.
2. Plastik kue dan timbangan jadi barang bukti

Toni juga mengungkapkan kejanggalan lain yang dialami Indayani saat diperiksa di Polres Kutim. Saat itu, Indayani ditunjukkan dua plastik bening oleh penyidik dan disebut sebagai barang bukti sabu. Namun, saat persidangan, hanya satu plastik yang ditampilkan.
“Plastik yang dipakai di persidangan itu ukurannya kecil, beda dengan plastik milik Ibu Indayani yang lebih besar. Tapi tetap saja digunakan sebagai barang bukti,” ujar Toni menambahkan.
Kesaksian dari salah satu anggota polisi dalam persidangan juga menguatkan dugaan ini. Saat ditanya hakim apakah plastik tersebut ada kaitannya dengan barang bukti sabu, saksi yang juga melakukan penangkapan menjawab tidak ada. "Kalau tidak ada hubungannya, kok disita," kata Toni heran.
3. Toni: Banyak kejanggalan, Polri harus berani bersikap

Toni menilai, ada tujuh kejanggalan besar dalam kasus Feri. Salah satunya adalah soal kronologi penangkapan. Menurut keterangan polisi, Feri disebut membuang sabu dari mobilnya di Desa Sepaso, Kecamatan Bengalon, Kutai Timur, sebelum akhirnya ditangkap di Pos Simpang Pendidikan.
Ia pun berharap laporan ini ditindaklanjuti secara serius oleh Kapolda Kaltim. “Kapolda harus jujur dan berani mengambil sikap tegas. Kalau ini dibiarkan, akan merusak citra Polri. Masyarakat butuh transparansi,” tegasnya.
4. Kronologis pelaporan ke Propam Mabes Polri

Kuasa hukum Feri bin Markus Lalo (49), Toni, melaporkan penyidik Satresnarkoba Polres Kutai Timur ke Divisi Propam Mabes Polri atas dugaan rekayasa barang bukti dalam kasus narkotika. Fery sebelumnya divonis 15 tahun penjara karena dinyatakan memiliki 101 gram sabu.
Toni menyebut vonis tersebut didasarkan pada bukti yang tidak kuat dan penuh kejanggalan. Ia kini mendampingi Feri untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Menurut Toni, peristiwa bermula saat Feri hendak membeli ayam di Desa Sepaso. Tiba-tiba mobilnya dikepung lima orang tak dikenal yang kemudian diketahui sebagai anggota polisi. Mobil Feri bahkan ditembak sebelum akhirnya ia ditangkap dan dibawa ke rumahnya untuk digeledah. Meski tidak ditemukan narkotika, polisi menyita timbangan dan plastik klip milik istrinya.
Feri lalu dibawa kembali ke lokasi penangkapan pukul 21.00 WITA dan diminta mengambil bungkusan sabu yang diklaim miliknya. Karena menolak, polisi mengambil sendiri barang tersebut.
Toni juga mengungkap bahwa Feri sempat diperas oleh oknum polisi dengan tiga permintaan: menyediakan 1 kg narkoba, menyerahkan bandar besar, dan mencarikan bandar lain.
Dalam persidangan, Toni menyoroti banyak kejanggalan. Dua saksi polisi menyebut sabu berasal dari seorang bernama Kahar, padahal Kahar telah meninggal dunia empat bulan sebelum kejadian. Selain itu, saksi kunci berinisial A tidak dihadirkan, padahal Feri awalnya hendak membeli ayam dari A.
Kesaksian warga di lokasi juga menyebut tidak melihat adanya bungkusan sabu pada sore hari, sementara polisi mengklaim menemukannya malam harinya di tempat yang sama.
“Jika rekayasa ini terbukti, kami akan ajukan PK agar klien saya dibebaskan,” kata Toni. Ia berharap Propam Polri bisa menindaklanjuti laporan ini secara objektif.