TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pemkab PPU Minta RDTR IKN Tak Hilangkan Hak Warga Sepaku

Warga terancam tidak bisa kelola kebun dan pertanian

Prinsip pertama pembangunan IKN adalah mendesain sesuai kondisi alam. (Dok. IKN)

Penajam, IDN Times - Pemkab Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur (Kaltim) meminta penyusunan rencana detail tata ruang (RDTR) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara tidak menghilangkan hak masyarakat setempat. 

Seperti diketahui, Badan Otorita IKN masih membahas RDTR IKN bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

“Dari awal kami satu sisi linier kebijakan negara atau pemerintah pusat terkait dengan pemindahan IKN ke Kaltim di Kecamatan Sepaku PPU dan Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Namun dalam penetapan tata ruang IKN juga memperhatikan hak-hak masyarakat Sepaku,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) PPU Tohar kepada IDN Times, Senin (19/9/2022).

Baca Juga: Simpan Sabu di Saku Celana, Warga Sidrap Sulsel Ditangkap Polres PPU

1. Keharmonisan IKN dengan kepentingan masyarakat

Sekda PPU, Tohar (IDN Times/Ervan)

Tohar mengatakan, masyarakat PPU mendukung penuh pembangunan IKN di Kecamatan Sepaku. Namun demikian, pembangunan IKN harus selaras dengan kepentingan masyarakat setempat. 

“Masalah terkait dengan RDTR wilayah IKN Nusantara yang terus dibahas oleh Badan Otorita IKN dan Kementerian ATR/BPN yang disosialisasikan melalui konsultasi publik, maka kami berharap perlu mencermati betul faktor fakta di lapangan terutama dalam aspek pola ruang,” sebutnya.

Menurutnya, dengan pola ruang mungkin ada segmen ruang yang di dalamnya ada hak masyarakat dengan status area penggunaan lain (APL). Di mana mereka telah menguasai serta memiliki legalitas sebagaimana administrasi pertanahan.

“Ini akan menjadi catatan penting bagi siapa saja yang akan mentreatment RDTR ini,” sebutnya.

2. Bank Tanah harus melihat lahan yang telah dikelola oleh masyarakat selama ini

Plang Badan Bank Tanah yang dipatok di lahan perkebunan karet milik warga Riko (IDN Times/Ervan)

Menurut Tohar, keberadaan Bank Tanah merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah. Harapannya ini juga harus melihat ada lahan-lahan yang telah dikelola oleh masyarakat selama ini.

“Bank Tanah ini merupakan aturan pemerintah jadi bukan masalah dukung-mendukung dan itu merupakan kebijakan,” tegasnya.

Ia mencontohkan, seperti lahan eks  hak guna usaha (HGU) PT Triteknik Kalimantan Abadi (TKA) telah dikuasai oleh Bank Tanah. Tetapi lembaga ini harus melakukan treatment persoalan-persoalan yang ada di dalamnya.

3. Lahan TKA telah dikuasai masyarakat dan memiliki legalitas seharusnya diperiksa

Plang Badan Bank Tanah yang dipatok di lahan perkebunan karet milik warga Riko (IDN Times/Ervan)

Sejumlah lahan perusahaan sudah dikuasai masyarakat.

“Sedangkan lahan yang telah dikuasai oleh masyarakat dan telah memiliki legalitas seharusnya dilakukan pemeriksaan untuk memperkuat legalitasnya. Karena TKA mendapat lahan dari pelepasan kawasan,” urainya.

Logikanya sesuai dengan aturan, bahwa di dalam kawasan kehutanan itu tidak ada penguasaan ataupun kepemilikan. Tetapi. fakta lapangan ada kawasan yang dikelola oleh masyarakat. 

“Masyarakat berharap, agar pemerintah diibaratkan bapak dan masyarakat adalah anaknya yang perlu hidup. Sehingga pemerintah mengusahakan, agar di sana pantas dan sesuai untuk lahan tanaman pertanian dan perkebunan masyarakat,” ucapnya.

Oleh karena itu, kearifan dan cara pandang seperti ini harus diterima tetapi tidak untuk diperjualbelikan.

4. Sekitar 900 ha lahan milik masyarakat bakal masuk kawasan hijau IKN

Nicko Herlambang (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Terpisah, Plt Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Kabupaten PPU Nicko Herlambang menambahkan, pihaknya berharap RDTR  mencerminkan tata ruang yang humanis. Artinya, warga lokal khususnya Sepaku tidak terganggu aktivitasnya.

Selain itu, ada kurang lebih 900 hektare lahan APL yang dikelola oleh masyarakat untuk pertanian atau perkebunan, kemungkinan masuk dalam lahan hijau IKN Nusantara. Sehingga masyarakat tidak bisa melakukan kegiatan di situ, sementara skema pembebasan belum ada.

"Yang jadi catatan kami adalah bagaimana dengan warga kita yang banyak berasal dari perkebunan dan pertanian, tetapi lahan mereka masuk dalam tata ruang IKN kelak," tuturnya.

Lahan pertanian dan perkebunan milik masyarakat di Sepaku tidak terbaca dalam tata ruang Kementerian ATR/BPN. Padahal, notabene keseharian warga di sana menjalankan aktivitas tersebut secara mandiri sejak lama.

Baca Juga: PPU Kucurkan Bansos Rp12,4 M untuk Dampak Kenaikan BBM Subsidi

Berita Terkini Lainnya