TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tiga ASN Pemkab Kutim Ditetapkan Tersangka Kasus Korupsi Solar Cell

Para pelaku melakukan markup harga dan pemecahan anggaran

Kejari Kutim ungkap dugaan korupsi sollar cell (dok. Istimewa)

Balikpapan, IDN Times - Tiga oknum aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutim.  Mereka disinyalir melakukan tindak pidana korupsi pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) solar cell home system sebesar Rp53,6 miliar.

Intel Kejari Kutim Yudo Adiananto menyebut tiga tersangka tersebut berinisial HSS dan ABD pejabat dari Dinas DPM-PTSP dan PAS dari Bapenda Kutim. Ketiganya resmi ditetapkan tersangka usai Korps Adhyaksa menemukan dua alat bukti pada, Jumat (22/7/2022).

"Ya, mereka resmi jadi tersangka setelah kami temukan dua alat bukti hasil pemeriksaan penyidik," ungkap Yudo melalui rilisnya yang diterima IDN Times, Jumat sore.

Baca Juga: Ibu Muda di Samarinda Melahirkan di Pos Ronda, Bayinya Meninggal

1. Diketahui dari laporan BPK RI

Google Image

Yudo menjelaskan, tindak pidana korupsi itu terungkap setelah pihaknya mendapatkan hasil laporan dari Tim Audit BPK RI pada bulan Mei 2021 lalu.

Diketahui proyek tersebut diserahkan Pemkab Kutim ke DPM-PTSP pada 2020 lalu. Namun dalam perjalanannya, BPK Pusat menemukan adanya penyalahgunaan anggaran.

"Dari sana kami lakukan pendalaman dan didapati adanya kerugian negara sebesar Rp53,6 milir," terangnya.

Selain ketiga pejabat itu, rupanya Kejari Kutim telah menetapkan satu tersangka lainnya, yakni MZW direktur PT Bintang Bersaudara Energi yang berperan sebagai rekanan penyedia jasa.

2. Peran para tersangka

Ilustrasi, tersangka. Shutterstock

Dari empat tersangka ini, Yudo mengatakan, mereka memiliki modus dan peran yang berbeda. Ada yang melakukan markup barang, pemecahan anggaran, sampai melakukan pekerjaan di luar progres sesuai Undang-undang.

"Jadi mereka melakukan mark up harga dan ada pemecahan anggaran di mana proyek ini dijadikan PL dengan per paketnya Rp200 juta," tuturnya.

Lanjutnya, semua itu dilakukan para tersangka agar pekerjaan tersebut dapat dilakukan pihak-pihak mereka. Selain itu juga selama ini pekerjaan tersebut tak berjalan meski anggaran sudah dikeluarkan.

Baca Juga: Kalah Tipis, Borneo FC Yakin Balikkan Keadaan di Samarinda  

Berita Terkini Lainnya