TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sensasi Sate Payau dari Olahan Daging Rusa yang Rasanya Nagih 

Pedagang sate payau sudah langka di Kutai Kartanegara

ilustrasi sate payau (putratravel.net/istimewa)

Kutai Kartanegara, IDN Times - Sate adalah salah satu makanan khas di Indonesia. Bahkan menjadi makanan kegemaran golongan millennials maupun mereka sudah berumur. 

Nah! Bicara soal sate, Pulau Kalimantan juga memiliki kuliner khas yang mengadopsi santapan daging bakar plus torehan bumbu sambal kacang ataupun sekadar kecap manis dengan irisan bawang dan cabai segar. 

Masyarakat Kutai Kartanegara (Kukar) tempat asal menu makanan ini menamainya dengan sate payau. Sejenis olahan daging rusa yang sensasinya dijamin bikin ketagihan untuk mencoba. 

Karakter daging rusa berserat tebal tetapi gurih menyimpan sensasi beda dibanding sate-sate lainnya. 

“Kaltim umumnya di kepulauan Kalimantan ya, itu memang makanan sate yang paling khas dan dicari wisatawan ya sate payau,” kata Elly Hartati Rasyid, salah satu cucu dari mendiang pahlawan Kesultanan Kutai Bernama Muso Salim saat dihubungi, Jumat (13/8/2021). 

Baca Juga: Ibu Kota Baru, Ini 5 Hotel di Kutai Kartanegara yang Nyaman 

1. Cikal bakal sate payau di Kaltim

Sate payau (instagram.com/makananpecinta)

Kaltim dulunya adalah Kerajaan Kutai Martadipura atau Kutai Martapura yang pada abad ke 4 (300 Masehi) memiliki mayoritas penduduk penganut agama Hindu.  Dalam masa kerajaan itu, makanan khas Kutai sangat beragam dengan mangadopsi gaya kuliner dari Belanda dan India.

Selain itu, makanan berjenis daging yang paling menjadi santapan pokok warga Kalimantan ialah daging rusa. Pasalnya, saat itu di Kaltim hewan rusa menjadi salah satu hewan liar yang paling sering ditemui di Kukar. 

“Dulu sekali, masih zaman kerajaan, di Kepulauan Kalimantan ini, agama mayoritas adalah Hindu, nah umat Hindu itu, tidak makan daging sapi. Sapi itu sakral kan. Di sini juga yang paling banyak itu payau. Jadi warga yang berburu ya pasti berburu payau,” jelas Elly perempuan yang membuka usaha warung makan sate legendaris di Tenggarong.

Meski menjadi pekerjaan rutin warga Kukar untuk berburu payau saat itu, nama sate baru mulai tenar sejak tahun 60 an di Kutai. Usaha sate yang dijalani ibu dengan tiga orang anak ini merupakan warisan dari mendiang ibunya. 

“Zaman 60 an itu sih menurut cerita almarhum ibu, sate itu memang sudah dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, itu bawaan dari Belanda dan India. Nah untuk sate payau sendiri, hanya ikut satenya. Cuma dagingnya saja yang diganti. Karena kita kan susah daging sapi. Apa lagi di kampung ni, banyak yang ditemui payau. Jarang bisa temukan sapi. Apalagi payau memang sudah jadi makanan hari hari di sini,” ucapnya.

2. Sate payau langsung diminati pelanggan

Sate payau andalan warga Tenggarong Kutai Kartanegara Kaltim. Foto istimewa

Menu sate payau langsung memperoleh tempat di kalangan masyarakat Kukar. Menu makanan ini pun mendadak jadi populer di mana pedagang sate payau gampang dijumpai di Tenggarong. 

Meskipun ikut menjual sate payau, Elly juga menawarkan menu sate ayam. 

“Jadi kan tahun 60 an itu, di Kutai sudah masuk agama Islam, sapi sudah bisa di konsumsi. Meskipun populasinya di Kaltim itu sedikit. Saya paling banyak cuma jual sate ayam. Sedangkan sate payau dan sapi itu jarang mau nyetok. Soalnya mahal, tapi banyak loh yang cari,” ungkapnya.

Namun memasuki tahun 1999, Elly mengatakan, perdagangan menu sate payau mulai jarang di Kukar. Pemerintah makin tegas melarang praktik perburuan rusa sebagai salah satu hewan dilindungi di Kalimantan. 

Imbasnya menjadikan menu sate payau semakin sulit ditemui. 

“Saya tahu dari keluarga, tahun 1999 kalau tidak salah, perburuan binatang rusa sudah tidak diperbolehkan untuk diburu. Warung saya juga sudah tidak jual. Kan memang jarang jual," paparnya. 

“Sekarang saja, pedagang sate payau mulai sulit ditemui,” imbuhnya. 

Baca Juga: 10 Makanan Khas di Kutai Barat dari Sajian Rakyat Jelata hingga Raja

Berita Terkini Lainnya