TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Merosot, Ini Analisis dari Akademisi

Politisi turut menyumbang degradasi CPI Indonesia

(Para tersangka OTT Bupati Kutai Timur dipajang oleh KPK saat jumpa pers) ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Samarinda, IDN Times - Kasus korupsi hingga kini belum tuntas di Indonesia. Aksi penyelewengan duit negara itu tetap terjadi. Fakta tersebut tergambar dari indeks persepsi korupsi (Corruption Perceptions Index) 2019-2020. Selama setahun skor CPI di negara ini alami degradasi.

“Skor CPI Indonesia pada 2020 adalah 37 poin. Berada di rangking 102 dari 180 negara. Atau menurun tiga poin dari tahun sebelumnya. Posisi Indonesia sama dengan Gambia,” terang Herdiansyah Hamzah, Akademisi dari Universitas Mulawarman saat dikonfirmasi pada Jumat (29/1/2021) sore.

1. Selain peringkat indeks persepsi korupsi yang merosot, kualitas demokrasi juga ikut menurun

Herdiansyah Hamzah, Dosen Universitas Mulawarman Samarinda (Dok. IDN Times/istimewa)

Informasi dihimpun IDN Times, penelitian mengenai indeks korupsi ini dilakukan oleh Transparency International (TI). Lembaga swadaya masyarakat tersebut berdiri 1993 di Jerman. Dua tahun kemudian tepatnya 1995, CPI perdana pun terbit. Dan hingga kini publikasi tahunan terus dilanjutkan. Dalam CPI tersebut ada 180 negara ikut dalam penilaian, termasuk Indonesia. Pada 2019 skor Indonesia 40 poin dengan posisi 85 dari 180 negara. Namun setahun kemudian posisi tersebut berubah. Peringkat Indonesia merosot ke posisi 102. Kata Herdiansyah, penurunan tersebut bukanlah hal mengejutkan.

“Laporan TI itu juga menyebut indikator politik dan demokrasi Indonesia mengalami penurunan. Artinya, kualitas politik elektoral kita, yakni pemilu nasional maupun lokal masih banyak alami masalah,” imbuh Castro, sapaan karibnya.

Baca Juga: 15 Kasus Anak Tenggelam di Lubang Eks Tambang Kaltim Tak Tuntas Diusut

2. Mahalnya ongkos politik memantik praktik korupsi tak berujung

Ilustrasi Suap (IDN Times/Mardya Shakti)

Dia menerangkan, deteriorasi ini dipicu oleh mahalnya ongkos politik. Kondisi tersebut memantik praktik korupsi tanpa ujung. Hal serupa juga terjadi sektor investasi dan ekonomi yang mengalami stagnasi. Perizinan birokratis yang berbelit-belit, termasuk juga biaya-biaya siluman yang kerap dihadapi oleh para investor. Lebih karib disebut sebagai duit peluncur.

“Faktor-faktor inilah yang berkontribusi dengan penurunan CPI itu. Jadi soal ekonomi bukan hanya semata-mata soal pandemik COVID-19 yang dihadapi pada 2020 kemarin (persoalan korupsi juga demikian),” imbuh ketua Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Fakultas Hukum Unmul ini.

Baca Juga: Dugaan Korupsi Penyertaan Modal Perusda di Kaltim Jerat Dua Tersangka

Berita Terkini Lainnya