TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pengamat: Bangun Ibu Kota Baru dengan Berazaskan Lingkungan

Peluang kembalikan fungsi konservasi Tahura Bukit Soeharto

ilustrasi daerah tropis (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Samarinda, IDN Times- Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto menjadi salah satu kandidat daerah ibu kota negara yang baru. Jika benar dipilih oleh Presiden Joko 'Jokowi' Widodo, , menurut pemerhati sosial dan lingkungan hidup dari The Nature Conservancy (TNC) Kalimantan Timur, Niel Makinuddin menyarankan sebaiknya kawasan Bukit Soeharto dijadikan sebagai paru-paru ibu kota.

Mengapa demikian?

Baca Juga: Kaltim Siap Gantikan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara

1. Jadi peluang rekonstruksi Tahura

Wikipedia/Arief Rahman Saan (Ezagren)

Menurut Niel, Tahura Bukit Soeharto merupakan bagian dari kawasan konservasi sesuai UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Dengan demikian lingkungannya harus dijaga. Namun melihat kondisi saat ini, pengerukan batu bara juga terjadi di sana sehingga pembentukan ibu kota di Tahura boleh jadi 'obat' untuk mengembalikan fungsi Tahura Bukit Soeharto sebagai kawasan konservasi.

"Memang sebaiknya sebagian anggaran digunakan untuk restorasi, jangan menambah kerusakan," tegasnya. Itu sebabnya dia memberikan saran kawasan Tahura Bukit Soeharto dijadikan paru-paru ibu kota. Sehingga tak perlu dibongkar.

2. Bagaimana menyiasati pembangun tanpa mengabaikan pentingnya lingkungan hidup?

ilustrasi/ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

Niel berpendapat, ketika negara mulai membangun ibu kota baru mereka akan dihadapkan dengan kanvas kosong, sehingga pemerintah punya kesempatan untuk melukis cetak biru yang lebih baik dari sebelumnya. Saat ini metode terbaik ialah menggunakan prinsip ekologi, sehingga dalam prosesnya tidak mengancam kelestarian ekosistem dan lingkungan hidup.

"Saya sarankan ketika membangun sebaiknya memperhatikan beberapa unsur ramah lingkungan. Ya dalam pembangunannya pengembang melakukan penanaman pohon yang bisa mengurangi polusi," tegasnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bangunan yang digunakan juga harus bisa menangkap air hujan, proporsi ruang terbuka hijau 50 persen dari bangunan, sementara kendaraan yang digunakan mesti menggunakan energi listrik sehingga mengurangi polusi udara dan suara.

"Saya tak bisa bayangkan kalau itu semua dipenuhi, pasti akan sangat keren," tuturnya.

Baca Juga: Bukit Soeharto Jadi Ibu Kota, Ubah Pola Industri Sumber Daya Alam 

Berita Terkini Lainnya