UU tentang Provinsi Kalsel yang Baru Disahkan Rentan Digugat ke MK

UU Kalsel yang baru dinilai memiliki banyak kekurangan

Balikpapan, IDN Times - Pada tanggal 15 Februari 2022, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam sidang paripurnanya mengesahkan 7 Revisi Undang-undang Provinsi menjadi Undang-undang Provinsi. Salah satu daerah yang menerima pengesahan itu ialah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).

Diketahui pengesahan UU Provinsi ini untuk memperbarui regulasi lama dengan menyesuaikan kondisi yang sekarang. Namun dari hasil pengamatan Pemerhati Kebijakan Publik, Muhammad Pazri jika UU Provinsi Kalsel yang baru ini memuat banyak ketidaksesuaian.

Seperti yang diketahui jika sebelumnya ibu kota Provinsi Kalsel berada di Banjarmasin. Tetapi di UU baru pasal 4, Ibu kota Provinsi Kalsel kini beralih ke Banjarbaru.

"Juga pengesahannya terkesan tidak mengakomodir landasan filosofis, landasan sosiologos, landasan yuridis, kebutuhan Kalsel dan sangat tidak lengkap serta ke depan akan menimbulkan ketidakpastian hukum," terang pria yang menjabat sebagai Presdir Law Firm di Kalimantan Selatan itu.

1. Catatan kritis atas UU Provinsi Kalsel yang baru

UU tentang Provinsi Kalsel yang Baru Disahkan Rentan Digugat ke MK(IDN Times/dok Dr M.Pazri, Borneo Law Firm)

Jika ditelaah kembali, kata Pazri, UU yang baru disahkan hanya terdiri dari delapan pasal saja. Yang terdiri dari Bab I Ketentuan Hukum, Bab II Cakupan Wilayah, Ibu Kota dan Karakteristik, dan Bab III Ketentuan Penutup.

Isi dari UU tersebut pun dikritisi oleh Pazri, yang mana dipaparkan dalam 17 responsif berikut :

1. Bab ketentuan umum tidak menguraikan secara lengkap istilah-istilah 

2. Asas dan tujuan dalam Undang-undang tidak ada

3. Posisi, batas, pembangunan wilayah dan tujuan Provinsi tidak jelas. Secara detail seharusnya menyebutkan lintang, derajat, serta batas-batas, ketika senngketa batas antar provonsi akan menjadi masalah baru

4. Karakteristik Provinsi Kalsel masih belum jelas karena tidak melihat kearifan lokal, nilai budaya sebenarnya

5. Kewenangan dan pembagian urusan Pemerintah Provinsi dalam UU tidak ada

6. Perencanaan pembangunan tidak ada, padahal pindah Ibu Kota dari Banjarmasin ke Banjarbaru

7. Perencanaan pembangunan jangka panjang daerah (RPJP) tidak dimuat

8. Rencana kerja pemerintah (RKP) tidak ada

9. Pola dan pembangunan Provinsi Kalssel tidak ada 

10. Rencana kerja pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten/Kota tidak ada 

11. Pedoman penyususunan dokumen pembangunan tidak ada

12. Pedoman pendekatan pembangunan tidak ada

13. Bidang prioritas tidak ada

14. Pembangunan perekonomian dan industri tidak ada

15. Sistem Pemerintahan berbasis elektronik tidak ada padahal  seharusnya sejalan dan berkesusuaian dengan rencana Pemerintah Pusat 

16. Pendanaan, pendapatan, dan alokasi dana perimbangan tidak ada

17. Bab partisipasi masyarakat tidak ada.

Baca Juga: Rekomendasi Kedai Nasi Goreng Super Mantap di Balikpapan

2. Pertanyakan posisi tawar Pemerintah dan DPRD Kalsel soal isi UU Provinsi Kalsel

UU tentang Provinsi Kalsel yang Baru Disahkan Rentan Digugat ke MKANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Dari deretan kritisi yang dilayangkan oleh Pazri tentunya sudah melalui tahap pemeriksaan. Yang membingungkan adalah, bagaimana mungkin Pemerintah dan DPRD Provinsi Kalsel tak memiliki posisi tawar saat UU itu dibentuk. 

Mengingat pembentukan UU Provinsi ini berprinsip dan sangat serius. Ia melanjutkan, dikhawatirkan pembentukan UU hanya berpikir berpikir bahwa Undang-undang merupakan kewenangan saja. Tanpa memikirkan keinginan masyarakat sebenarnya.

"Bagaimana kajian teoritik dan praktik empirik masukannya? Apakah sudah diakomodir juga masukan masing-masing kabupaten/kota dan sejauh mana partisipasi masyarakatnya? Padahal seharusnya rakyat juga memiliki hak untuk mengetahui proses legislasi yang berlangsung di DPR RI," terang dia.

Hal ini tidak serta-merta disampaikannya tanpa pengamatan. Kondisi Kalsel yang kaya sumberdaya alam saja masih sangat ironis. Listrik yang sering padam, jalan dan sarana prasarana masih banyak tidak memadai, masyarakat belum sejahtera, dan lapangan kerja sulit.

3. UU Provinsi Kalsel bisa digugat melalui Judicial Review

UU tentang Provinsi Kalsel yang Baru Disahkan Rentan Digugat ke MKIlustrasi Mahkamah Konstitusi (MK). IDN Times/Axel Joshua Harianja

Pazri menyimpulkan, jika UU Provinsi Kalsel yang baru mesti dikaji lebih mendalam lagi. Perlu adanya uji publik. Karena, kata dia, UU tersebut renta digugat ke Mahkamah Konstitusi. Diuji dengan ketentuan Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22D  yat (2) UUD 1945.

Ia meneruskan, penggugatan UU Provinsi tersebut ke MK dapat dilakukan dengan Judicial Review dengan dasar Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, MK berwenang antara lain, mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar.

Dan Pasal 9  ayat 1 UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan berbunyi Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh MK.

"Seharusnya perlu diingat dalam membuat Perundang-undangan yang baik berdasarkan Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, harus memperhatikan dan memuat asas, kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan," tutupnya.

Sebagai informasi, Provinsi Kalsel berdiri pada 1 Januari 1957 dengan dasar UU Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

Sebelumnya, tiga provinsi menjadi satu di bawah satu Provinsi Kalimantan, hingga pada 23 Mei 1957, Provinsi Kalimantan Selatan pun dipecah menjadi Provinsi Kalsel dan Provinsi Kalimantan Tengah dengan dasar terbitnya UU Darurat Nomor 10 Tahun 1957, tentang Pembentukan Daerah Swantara Provinsi Kalteng.

Sebab, secara yuridis, dasar pembentukan Provinsi Kalsel dinilai telah kedaluwarsa (out of date), karena dibentuk menggunakan UUDS Tahun 1950, sehingga muatannya dianggap tak sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan terkini. Maka itu dilakukan pembaruan dalam Undang-undang tersebut dan menyesuaikan dengan kondisi sekarang.

Baca Juga: 10 Rekomendasi Toko Perlengkapan Bayi di Samarinda

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya