Draf Aturan BPA Sudah di Tangan Jokowi, Segera Difinalkan 

BPOM siap menyosialisasikan pada masyarakat

Balikpapan, IDN Times - Draf pelabelan risiko Bisfenol A atau BPA disebut-sebut sudah di tangan Presiden Joko "Jokowi" Widodo agar secepatnya difinalkan. BPA sendiri merupakan zat kimia yang menyebabkan kanker dan kemandulan ditemukan pada galon guna ulang.  

Pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengaku sudah berkirim surat ke presiden melalui Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Negara soal draf BPA tersebut. 

"Kami juga sudah menulis surat ke Presiden Joko Widodo, melalui Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Negara, meminta agar draf tersebut segera difinalkan," kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny K Lukito dalam rapat dengar pendapat di DPR RI disiarkan akun YouTube Komisi IX DPR RI Channel pekan lalu. 

1. Draf sudah melewati harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM

https://www.youtube.com/embed/iRWTImt5IL4

Penny mengatakan, draf BPA sudah melewati proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Draf aturan ini pun kemudian disampaikan kepada Presiden Jokowi agar bisa dilakukan finalisasi sebelum nantinya disahkan. 

"Draf peraturan pelabelan BPA itu sebenarnya sudah selesai harmonisasi di Kementerian Hukum," paparnya. 

Penny menjelaskan soal kelangsungan draf BPA kepada anggota Komisi IX. Sebagian di antara mereka khawatir aturan tersebut kandas oleh lobi-lobi sejumlah pihak lain. 

Khususnya soal ini, Penny mengaku kecewa saat masih ada produsen air kemasan yang keras menentang pelabelan risiko BPA. Apalagi dengan mempergunakan dalih pemahaman yang salah. 

Padahal sudah jelas, pelabelan ini sangat penting guna memastikan kesehatan publik. Ini yang menjadi perhatian dari pihak BPOM. 

BPOM menunggu pengesahan aturan pelabelan BPA agar nantinya bisa segera disosialisasikan pada masyarakat. Khususnya terkait bahaya BPA yang ditemukan pada galon guna ulang. 

"Kegiatan itu akan paralel dengan proses pengesahannya," katanya.

Baca Juga: Hasil Riset BPA, YLKI Ungkap Kebobrokan dalam Industri AMDK

2. Komisi IX DPR RI antusias dalam penerbitan pelabelan BPA

Draf Aturan BPA Sudah di Tangan Jokowi, Segera Difinalkan ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Selama proses dengar pendapat ini, Komisi IX DPR RI antusias mendukung rencana pelabelan BPA ini. Salah seorang di antaranya, Ratu Ngadu Bonu Wulla dari Fraksi Nasional Demokrat yang meminta, BPOM segera menerbitkan regulasi pelabelan BPA pada semua kemasan pangan, termasuk pada air minum kemasan.

Apalagi sudah ada hasil penelitian tentang risiko BPA pada galon guna ulang berbahan plastik keras polikarbonat.

"Penelitian mengatakan bahwa kelompok rentan, yakni bayi usia 6-12 bulan, berisiko 2,4 kali dan anak usia 1-3 tahun berisiko 2,12 kali dibandingkan kelompok dewasa usia 30-64 tahun," katanya.

"Artinya apa, pelabelan sudah mendesak dan tepat supaya bayi, balita dan janin tidak mengonsumsi air galon guna ulang."

Residu BPA pada galon guna ulang, lanjutnya, bisa berpindah dari kemasan ke air akibat sejumlah faktor, termasuk paparan sinar matahari. Semakin tinggi suhu dan lama durasi kontak maka semakin banyak jumlah BPA yang dapat mencemari makanan atau minuman.

BPA yang melebihi ambang batas memiliki efek samping buruk untuk tubuh jika sampai termakan atau terminum dari kemasan yang digunakan.

"Efek samping bisa muncul adalah peningkatan risiko penyakit jantung, kanker, kelainan organ hati, diabetes dan gangguan otak serta perilaku pada anak kecil," katanya.

3. Level migrasi BPA pada galon guna ulang disebut sudah mengkhawatirkan

Draf Aturan BPA Sudah di Tangan Jokowi, Segera Difinalkan akuratnews

Ratu Ngadu mengatakan, hasil uji post-market BPOM pada Januari 2022  atas level migrasi BPA pada galon guna ulang yang beredar luas di masyarakat menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan.

Ini jadi peringatan pertama BPOM setelah lima tahun berturut-turut sebelumnya lembaga menyatakan migrasi BPA pada galon guna ulang masih di level yang aman.

Menurut Ratu Ngadu, regulasi pelabelan  BPA penting untuk memastikan mutu dan keamanan galon yang beredar luas di masyarakat. Regulasi serupa, katanya, bisa meningkatkan kesadaran pelaku usaha atas pentingnya informasi yang akurat dan lengkap dari produk pangan serta untuk memproduksi pangan yang berkualitas, aman dikonsumsi dan mengikuti standar yang berlaku.

Lebih jauh, dia meminta BPOM mewaspadai manuver sejumlah pihak yang mungkin berupaya menjegal lahirnya peraturan pelabelan risiko BPA. Pihak-pihak tersebut disebut sebagai kelompok yang lebih mementingkan keuntungan semata tanpa memikirkan dampak kesehatan masyarakat.

Dalam banyak kesempatan, asosiasi air minum dalam kemasan menyatakan, bila pelabelan sampai disahkan, publik bakal beralih ke galon dengan kemasan plastik lunak yang bebas BPA.

Soal itu, Ratu Ngadu menepis argumen itu. Menurutnya, pelabelan risiko BPA tidak akan berpengaruh pada pasar. Dia mencontohkan penjualan rokok yang tetap tinggi meski pemerintah mewajibkan pemasangan label bahaya merokok di setiap kemasan yang beredar di pasar.

"Yang terpenting adalah negara harus hadir untuk memberikan edukasi dan mengingatkan pada masyarakat terkait bahaya BPA," katanya.

Seperti diketahui, draf peraturan BPOM tentang pelabelan risiko BPA antara lain mengharuskan produsen galon yang menggunakan kemasan plastik keras polikarbonat memasang label "Berpotensi Mengandung BPA" terhitung tiga tahun sejak peraturan disahkan.

Adapun produsen yang menggunakan galon dengan kemasan selain polikarbonat, diperbolehkan memasang label "Bebas BPA".

Baca Juga: Isu Pelabelan BPA, Akademisi Jangan Ditunggangi Industri 

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya