Praktisi Kesehatan, Beramai-ramai Bersuara tentang Risiko BPA
Isu kesehatan sudah bergulir sejak tahun 90 an
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Balikpapan, IDN Times - Risiko kemasan pangan bahan plastik polikarbonat, utamanya pada botol dan peralatan makan bayi serta galon air minum, sudah jadi perbincangan dunia sejak awal 90 an.
Namun sayangnya publik di dalam negeri belum banyak yang menyadari dampak buruk penggunaannya. Plastik polikarbonat, mudah dikenali dengan kode daur ulang 7 pada kemasan plastik, mengandalkan bahan campuran kimia Bisfenol-A (BPA).
Berfungsi menjadikan plastik kuat, mudah dibentuk dan tahan panas, BPA punya kelemahan tersendiri, yakni rentan tercerai akibat terpaan panas dan gesekan.
"Orang bisa kena kanker, gangguan hormon, penyakit jantung koroner, diabetes, gangguan kekebalan tubuh, dan ketidaknormalan enzim pada hati, dan lain-lain," kata dokter spesialis anak, Dr.dr.Farabi el Fouz. SpA.Mkes.
Farabi mengatakan, publik wajib tahu tentang bahaya penggunaan bahan mengandung BPA bagi kesehatan manusia. Bila sampai terpapar pada tubuh dan terjadi akumulasi dalam waktu yang lama bisa menimbulkan penyakit serius.
Masyarakat di luar negeri telah resmi melarang penggunaan plastik polikarbonat yang mengandung BPA. Pelarangan termasuk penggunaan botol susu, wadah makanan, piring, sendok, bahkan susu kaleng bayi yang mengandung BPA.
Baca Juga: Isu Label BPA, Kemenperin Enggan Dibenturkan dengan BPOM
1. Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat memberikan perhatian serius
Setali tiga uang, dokter spesialis anak yang juga anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia, Irfan Dzakir Nugroho mengamini akan bahaya bahan mengadung BPA. Menurutnya, toksisitas BPA sudah lama jadi menjadi perhatian banyak negara, terutama di negara-negara Eropa dan Amerika.
“Toksisitas BPA menimbulkan berbagai penyakit, efeknya sangat luas di berbagai kelompok. Sudah banyak studi yang membuktikan hal tersebut, dan untuk mencegahnya dibutuhkan regulasi preventif yang menjauhkan masyarakat dari bahaya BPA,” katanya.
Irfan mengatakan, studi para ahli membuktikan kandungan BPA memicu gangguan hormonal, kanker, penyakit saraf dan obesitas. BPA, katanya merujuk sejumlah riset, juga ditengarai memicu gangguan perilaku manusia, terutama pada anak-anak.
Selain itu, karakter BPA yang menyerupai estrogen dalam tubuh rentan memicu gangguan perkembangan organ seksual pada anak-anak. Sehubungan itu, ia menyarankan upaya preventif berupa menghindari penggunaan produk mengandung BPA dan memberikan ASI secara langsung bagi para ibu menyusui.
Irfan juga tidak menyarankan mengonsumsi makanan dalam kemasan plastik sekaligus memanaskannya dalam microwave.