Pakar IPB Meyakini Pelabelan Galon BPA untuk Keselamatan Konsumen

Pelabelan BPOM yang mendapatkan perlawanan dari industri

Balikpapan, IDN Times - Dosen dan peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center - Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Nugraha Edhi Suyatna meyakini pelabelan bisphenol A (BPA) pada air kemasan galon untuk melindungi keselamatan konsumen. Aturan yang sedang dirumuskan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam memberikan perlindungan pada masyarakat. 

“Sebenarnya wacana BPOM ini kan ingin membuat masyarakat Indonesia aman. Niat mulia ini patut kita hargai,” kata Nugraha dalam keterangan tertulis, Kamis (22/9/2022). 

1. Rencana BPOM dalam pelabelan BPA Free

Pakar IPB Meyakini Pelabelan Galon BPA untuk Keselamatan KonsumenPetugas BPOM melakukan pengujian sampel makanan yang akan dikonsumsi oleh delegasi pertemuan G20 Development Ministerial Meeting (DMM) 2022 di Tanjungpandan, Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (8/9/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc

Artinya, tidak semua alergi dengan regulasi BPOM untuk pelabelan air minum dalam kemasan (AMDK) galon BPA. Karena pelabelan galon BPA ini sebetulnya hampir sama dengan pelabelan pada bungkus rokok tentang foto korban kanker. Rencananya, aturan BPOM relatif soft dengan hanya mencantum tulisan "Berpotensi Mengandung BPA”.

Soal pasal revisi aturan BPOM ini, menurut Nugraha, seharusnya semua pihak juga melihat pasal yang menyebutkan ada pengecualian. Kalau nantinya tidak terdeteksi limit BPA pada galon polikarbonat yang diperiksa.

“Kalau nantinya memang tidak terdeteksi, karena deteksi limit pada kemasannya nanti hanya 0,01 mg.kg, maka seharusnya tidak perlu lagi mencantumkan label, Berpotensi Mengandung BPA,” katanya. 

Baca Juga: Cekcok Rumah Tangga, Suami di Balikpapan Bakar dan Tebas Istri 

2. BPOM menyelenggarakan survei terhadap AMDK

Pakar IPB Meyakini Pelabelan Galon BPA untuk Keselamatan KonsumenIlustrasi galon guna ulang. Foto dok

Seperti diketahui, rancangan regulasi pelabelan BPA pada galon guna ulang polikarbonat dilakukan pasca BPOM menyelenggarakan survei  terhadap AMDK. Survei lapangan dilakukan sepanjang  2021-2022.

BPOM  menemukan fakta bahwa  3,4 persen sampel di sarana peredaran tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA, yakni 0,6 bpj (bagian per juta). Selanjutnya, ditemukan fakta bahwa 46,97 persen sampel di sarana peredaran dan 30,91 persen sampel di sarana produksi sudah masuk kategori  mengkhawatirkan di mana migrasi BPA berada di kisaran 0,05 bpj sampai 0,6 bpj.

Selain itu juga ditemukan fakta ada 5 persen sampel di sarana produksi (galon baru) dan 8,67 persen di sarana peredaran yang sudah masuk kategori berisiko terhadap kesehatan. Sebab migrasi BPA  berada di atas 0,01 bpj.

3. Botol bayi dan kemasan kaleng juga berbahaya

Pakar IPB Meyakini Pelabelan Galon BPA untuk Keselamatan KonsumenLabel bebas BPA (BPA Free) pada kemasan pangan. (IDN Times/Istimewa)

Karenanya, Nugraha menyatakan, bahan kimia BPA saat ini hadir  di mana-mana. BPA tidak hanya ditemukan dalam campuran plastik keras  polikarbonat, tapi juga dalam kemasan kaleng, botol bayi atau dot yang mestinya dilarang total peruntukannya pada bayi dan anak-anak.

“Berdasarkan riset, hampir 90 persen enamel pada makanan kaleng terbuat dari bahan kimia epoksi yang merupakan bahan baku dari  campuran  BPA dan epichlorohydrin,” katanya. 

Pernyataannya bahaya BPA di luar AMDK galon polikarbonat ini sesuai dengan peringatannya lewat media massa. “Risiko migrasi BPA yang paling tinggi juga ada pada makanan dan minuman kaleng,” katanya.  

Baca Juga: Kampanye Balikpapan Menjadi Kota Paling Dicintai di Dunia

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya