Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sejarah Bom Fosfor, Kontroversi, dan Penggunaannya di Medan Perang

bom fosfor pada Mitsubishi G4M2 Betty dan Mitsubishi A6M3 Zeke di Lapangan Lakunai saat penyerangan di Rabaul (commons.wikimedia.org/National Museum of the U.S. Air Force)

Balikpapan, IDN Times - Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menuduh Rusia menggunakan bom fosfor dalam serangan di Ukraina, seperti dilaporkan oleh NBC News. Klaim ini menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan penggunaan senjata kimia dan nuklir oleh Rusia dalam konflik yang sedang berlangsung. Bom fosfor dikenal sangat berbahaya dan tidak bisa dianggap enteng.

Selain itu, invasi besar-besaran Israel ke Gaza baru-baru ini menggemparkan dunia. Serangan tersebut menewaskan banyak perempuan dan anak-anak, mengundang kecaman global. Human Rights Watch meneliti sebuah video yang menunjukkan pasukan Israel menggunakan fosfor putih dalam operasi militer di Lebanon dan Gaza pada Oktober 2023.

Ada dua jenis fosfor: merah dan putih. Fosfor merah tidak beracun, sedangkan fosfor putih sangat beracun. Jika fosfor putih digunakan sebagai senjata, kerugian yang ditimbulkannya pada manusia, bangunan, dan lingkungan sangat besar.

Sayangnya, beberapa negara masih melanggar aturan internasional dan menggunakan fosfor putih dalam konflik. Jadi, apa sebenarnya fosfor itu? Bagaimana bahan kimia ini terbentuk dan digunakan?

1. Asal mula terciptanya fosfor

ilustrasi lukisan yang menggambarkan penemuan fosfor oleh Hennig Brand pada tahun 1669 (commons.wikimedia.org/Joseph Wright of Derby)

Menurut data American Chemical Society, fosfor putih pertama kali ditemukan pada tahun 1669 oleh alkemis Jerman Hennig Brandt. Dalam upayanya menciptakan batu bertuah, Brandt memanaskan campuran pasir dan arang bersama zat seperti tar yang dihasilkan dari merebus sekitar 1.200 galon urine selama dua minggu pada suhu tinggi.

Dari percobaan ini, dihasilkan uap putih terang yang ia sebut sebagai fosfor. Fosfor kemudian digunakan dalam berbagai aplikasi seperti korek api, pupuk, dan racun. Namun, dalam waktu 100 tahun, penelitian lebih lanjut menemukan bahwa fosfor bisa digunakan untuk membuat bom. Ketika fosfor putih digabungkan dengan mineral alih-alih urine, ia menjadi zat pembakar yang sangat mudah terbakar dan mematikan.

2. Penelitian di balik terciptanya bom fosfor

Angkatan Udara Inggris memasang detonator dan menggabungkan tumpukan fosfor Jerman seberat 50 kg dan bom berdaya ledak tinggi di sebuah tambang bekas di Jerman, sebelum diledakkan. (commons.wikimedia.org/Clark N.S.)

The National Post melaporkan bahwa fosfor putih saat ini diproduksi menggunakan fosfat yang ditemukan dalam bebatuan. Ketika batuan fosfat dipanaskan dengan karbon dan silika, fosfor putih pun tercipta. Batuan fosfat ini dapat ditemukan di berbagai lokasi, termasuk Amerika Serikat dan Rusia.

Fosfor putih memiliki penampilan seperti lilin berwarna putih atau kuning dengan bau seperti bawang putih. Dalam beberapa detik setelah bersentuhan dengan oksigen, fosfor putih dapat terbakar dengan sendirinya. Fosfor putih juga menghasilkan asap yang dapat menghalangi pandangan musuh, serta memiliki berbagai efek destruktif lainnya.

Sebagai senjata, fosfor putih dianggap sangat berbahaya. Bom fosfor putih dapat digunakan dalam berbagai jenis amunisi, seperti roket dan granat. Ketika digunakan untuk menyerang warga sipil, zat ini menjadi senjata pembakar yang mematikan. Korban yang terpapar fosfor putih bisa mengalami luka bakar parah atau bahkan kematian akibat menghirup asapnya. Partikelnya terus terbakar sampai oksigen habis, dan paparan bisa menyebabkan kematian dalam waktu 24 hingga 48 jam.

3. Cedera mengerikan yang disebabkan oleh bom fosfor

ilustrasi seorang pria yang mengalami cidera (unsplash.com/Tom Jur)

Fosfor putih terkenal karena efeknya yang mampu melumpuhkan fisik dan mental pada manusia. Begitu bersentuhan dengan kulit, zat ini langsung terbakar dan dapat mengekspos tulang, karena zat tersebut larut dalam lemak. Jika semua partikel tidak dihilangkan dalam masa pengobatan, maka partikel tersebut dapat terus terbakar saat terkena oksigen.

Menurut Badan Zat Beracun dan Registrasi Penyakit, jika asap dari fosfor putih terhirup dalam waktu singkat, tenggorokan dan paru-paru akan mengalami iritasi. Jika terhirup dalam waktu lama, tulang rahang bisa mengalami kerusakan. Tentu, efeknya sangat berbahaya bagi tubuh manusia.

Cedera akibat bom fosfor pun selalu berakibat fatal. Namun jika ada yang bertahan, mereka akan menghadapi berbagai penyakit jangka panjang. Hal ini dapat mencakup rasa sakit yang kronis, bekas luka yang parah, penderitaan psikologis, dan sejumlah kecacatan parah lainnya. Singkatnya, korban tidak akan bisa hidup normal lagi.

Erik Tollefsen dari Komite Palang Merah Internasional mengatakan kepada Newsweek, "Saya telah melihat luka bakar ini secara langsung ketika mencoba membantu dan memberikan pertolongan pertama kepada para korban serangan ini dan ini sangat menghancurkan. Luka bakarnya sangat dalam dan trauma yang diakibatkannya bisa sangat parah."

4. Bom fosfor sudah digunakan selama berabad-abad

Angkatan Udara AS menjatuhkan bom fosfor putih di posisi Viet Cong di Vietnam Selatan pada tahun 1966 (commons.wikimedia.org/United States Air Force)

Seperti yang dilaporkan The Times of India, fosfor putih pertama kali digunakan sebagai senjata pada Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Sejak itu, telah digunakan dalam berbagai konflik, termasuk di Vietnam dan Korea. Selain itu, Rusia diyakini menggunakan fosfor putih selama perang Chechnya pertama dan kedua.

Fosfor ini juga digunakan oleh AS dan Inggris dalam beberapa tahun terakhir di Suriah dan Afghanistan. Dikenal di AS sebagai "Whiskey Pete", fosfor putih digunakan oleh marinir di Fallujah, sebuah kota di Irak, seperti yang dilaporkan Reuters pada tahun 2009.

Human Rights Watch melaporkan bahwa Israel menggunakan senjata tersebut di Gaza antara tahun 2008, 2009, dan 2023. Dikutip NBC News, Arab Saudi juga menggunakannya di Yaman pada tahun 2016. Sementara itu, Ethiopia menggunakannya untuk melawan Somalia pada tahun 2007. Selain itu, Suriah menggunakan fosfor putih untuk melawan rakyatnya sendiri selama perang saudara.

5. Penggunaan fosfor putih belum dilarang sepenuhnya

bom fosfor pada Mitsubishi G4M2 Betty dan Mitsubishi A6M3 Zeke di Lapangan Lakunai saat penyerangan di Rabaul (commons.wikimedia.org/National Museum of the U.S. Air Force)

Meskipun fosfor putih memiliki dampak buruk, NBC News melaporkan bahwa senyawa ini tidak ilegal. Namun, penggunaannya sebagai senjata terhadap warga sipil adalah ilegal. Dengan kata lain, negara boleh memproduksi atau menggunakan fosfor putih untuk tujuan lain, tetapi bukan untuk dijadikan bom. Kebijakan ini diatur oleh Konvensi Senjata Konvensional Tertentu tahun 1983, yang membatasi tetapi tidak melarang penggunaan fosfor putih.

Fosfor putih memiliki berbagai kegunaan militer, seperti menerangi zona perang dan digunakan sebagai sinyal asap, yang tidak dimaksudkan untuk membunuh warga sipil. Karena alasan ini, sulit untuk mengklasifikasikan penggunaan bom fosfor dan amunisi fosfor putih lainnya sebagai kejahatan perang. Celah ini memungkinkan berbagai negara lolos dari tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sejak penggunaan fosfor putih di Fallujah oleh AS, seperti yang dilaporkan The Independent, kasus kanker dan kematian bayi mengalami peningkatan di kota tersebut. Contoh lainnya adalah Israel, yang mengklaim menggunakan fosfor putih sebagai tabir asap tetapi malah menyebabkan ribuan kematian.

Meskipun demikian, pakar militer David E. Johnson menegaskan bahwa, "Menyerang sasaran sipil tanpa pandang bulu adalah kejahatan perang terbesar yang pernah ada, apa pun senjatanya."

Pada dasarnya, senjata perang tidak boleh menyasar warga sipil. Tindakan ini sangat memalukan, karena menyerang mereka yang bahkan tidak mengerti apa arti perang sesungguhnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
SG Wibisono
EditorSG Wibisono
Follow Us