Aksi Bejat Pengajar Ponpes Kukar Terungkap, Berlangsung Sejak 2024

Kukar, IDN Times - Seorang pengajar pondok pesantren di Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), berinisial MA, akhirnya ditangkap polisi pada Kamis (14/8/2025). Penangkapan ini menyusul laporan Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur bersama para korban dan orang tua ke Polres Kukar pada Senin (11/8/2025).
MA ditangkap setelah polisi memeriksa beberapa korban dan sejumlah saksi, serta mengamankan barang bukti. Dari keterangan para korban, aksi bejat itu sudah berlangsung sejak Februari 2024 dan dilakukan berulang kali.
Kasat Reskrim Polres Kukar, AKP Ecky Widi Prawira, menegaskan modus MA adalah menjemput korban usai kegiatan pesantren, lalu membawanya ke sebuah ruangan. Di sana korban dipaksa tidur di atas selimut putih sebelum mendapat pelecehan hingga ancaman fisik. “Ada korban yang sampai mengalami enam hingga sepuluh kali pelecehan,” ungkap Ecky.
1. Korban diancam agar tak melawan

Ecky menyebut, para korban kerap mendapat ancaman verbal maupun fisik jika berusaha menolak. Bahkan, ada santri yang mengalami kekerasan fisik karena menolak ajakan pelaku. “Aksi ini dilakukan berulang kali, dan ada korban yang sampai trauma mendalam,” jelas Ecky.
Tersangka dijerat Pasal 76E jo Pasal 82 ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 menjadi Undang-Undang.
Juga terdapat perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta penerapan Pasal 64 dan Pasal 65 KUHP.
"Atas pasal yang disangkakan ini, pelaku terancam pidana maksimal 15 tahun penjara dan minimal 5 tahun," kata Ecky.
2. Jejak kasus sudah ada sejak 2021

Kuasa Hukum TRC PPA Kaltim, Sudirman, mengatakan kasus serupa pernah mencuat pada 2021. Namun, penyelesaiannya hanya sebatas mediasi karena minim bukti dan saksi. “Jika saat itu diproses hukum, mungkin peristiwa sekarang tidak akan terjadi. Korban saat ini sudah tujuh hingga delapan orang,” tegas Sudirman.
3. Korban alami depresi hingga tinggalkan ponpes

Sudirman juga mengungkap salah satu korban mengalami depresi berat akibat pelecehan dan kekerasan yang diterimanya. Korban akhirnya memilih keluar dari pesantren dan menceritakan kejadian ke orang tua.
“Yang lebih miris, aksi pelaku ini kadang dilakukan di depan santri lain, tapi mereka tidak berani bersuara karena takut,” ucapnya.