Awas, Karhutla dan Krisis Air Ancam Kaltim saat Musim Kemarau

Balikpapan, IDN Times – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat Kalimantan Timur untuk meningkatkan kewaspadaan selama musim kemarau. Ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kekurangan air bersih, serta gangguan kesehatan akibat debu dan paparan sinar matahari perlu diantisipasi.
“Meski kemarau masih tergolong normal, risikonya tetap nyata. Karhutla, defisit air minum, dan gangguan pernapasan bisa terjadi,” ujar Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I SAMS Sepinggan Balikpapan, Kukuh Ribudiyanto diberitakan Antara di Balikpapan, Rabu (30/7/2025).
1. Musim kemarau melanda Kaltim

Menurut Kukuh, Kalimantan Timur telah memasuki musim kemarau sejak awal Juli dan diprediksi berlangsung hingga September, dengan puncaknya terjadi pada Agustus. Penurunan curah hujan mulai signifikan sejak pertengahan Juli.
Kukuh menjelaskan kondisi ini termasuk kategori kemarau basah, yaitu musim kemarau yang masih disertai hujan ringan. Meski sesekali hujan turun, data BMKG menunjukkan rata-rata curah hujan pada Agustus–September hanya sekitar 100 milimeter, jauh di bawah batas maksimal musim hujan sebesar 150 milimeter.
“Kemarau basah sering disalahpahami karena masih ada hujan. Tapi penurunannya cukup tajam dan dampaknya tetap terasa,” jelasnya.
2. Siklon tropis di sekitar Filipina dan Papua

BMKG juga mencatat keberadaan siklon tropis di sekitar Filipina dan utara Papua turut memengaruhi distribusi uap air di Kalimantan Timur, terutama di wilayah pesisir dan dataran rendah. Hal ini semakin memperparah penurunan curah hujan.
Kukuh mengingatkan, kondisi geografis Kalimantan Timur yang didominasi hutan dan lahan terbuka membuat wilayah ini sangat rentan terhadap karhutla.
“Kami minta masyarakat, terutama di daerah rawan, tidak melakukan pembakaran lahan atau sampah sekecil apa pun. Sekali api muncul, sulit dikendalikan di musim kering seperti ini,” tegasnya.
Selain itu, BMKG juga mengimbau pemerintah daerah untuk aktif memantau ketersediaan air bersih, memperkuat koordinasi penanggulangan bencana, dan meningkatkan edukasi adaptasi cuaca ekstrem kepada warga.
“Musim kemarau tidak bisa dianggap sepele. Harus direspons dengan langkah konkret oleh masyarakat dan pemerintah,” tutup Kukuh.
BMKG akan terus memberikan pembaruan prakiraan cuaca kepada pemerintah daerah dan instansi terkait sebagai bagian dari mitigasi risiko bencana.
3. Pemda memantau ketersediaan air bersih

Selain itu, BMKG juga mengimbau pemerintah daerah untuk aktif memantau ketersediaan air bersih, memperkuat koordinasi penanggulangan bencana, dan meningkatkan edukasi adaptasi cuaca ekstrem kepada warga.
“Musim kemarau tidak bisa dianggap sepele. Harus direspons dengan langkah konkret oleh masyarakat dan pemerintah,” tutup Kukuh.
BMKG akan terus memberikan pembaruan prakiraan cuaca kepada pemerintah daerah dan instansi terkait sebagai bagian dari mitigasi risiko bencana.