Kasus TBC di PPU Turun Drastis, Pekerja IKN Didorong Aktif Berobat

- Jumlah penderita TBC di PPU tahun 2025 turun drastis dari 336 kasus pada 2024 menjadi 127 kasus.
- Upaya pencegahan dilakukan melalui program screening, penyuluhan, dan sosialisasi di berbagai tempat termasuk pesantren, sekolah, dan perusahaan swasta.
- Pelayanan kesehatan bagi terduga TBC dan penderita TBC dapat dilakukan di semua Puskesmas dan Rumah Sakit termasuk swasta serta dicover oleh BPJS atau Global Fund.
Penajam, IDN Times – Jumlah kasus Tuberkulosis (TBC) di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, mengalami penurunan signifikan pada tahun 2025. Berdasarkan data Dinas Kesehatan PPU, hingga pertengahan Juni 2025 tercatat 127 kasus, jauh menurun dibandingkan tahun 2024 yang mencapai 336 kasus.
"Penurunan ini merupakan hasil dari berbagai upaya pencegahan dan deteksi dini yang kami lakukan secara masif," ujar Kepala Dinas Kesehatan PPU, dr. Jansje Grace Makisurat, Sabtu (14/6/2025).
Ia merinci, pada 2022 terdapat 209 kasus, dan meningkat menjadi 300 kasus pada 2023. Penurunan mulai terlihat pada 2025, dengan jumlah kasus tertinggi masih berada di Kecamatan Penajam sebanyak 79 orang. Disusul Sepaku (30 kasus), Babulu (16 kasus), dan Waru (2 kasus).
1. Fokus skrining hingga wilayah padat penduduk

Grace menjelaskan, strategi pencegahan dilakukan melalui skrining di kawasan padat dan kumuh, seperti permukiman padat penduduk, sekolah, pesantren, asrama, hingga barak perusahaan swasta. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap kontak erat pasien TBC.
“Kami gencar menyosialisasikan pentingnya deteksi dini di seluruh puskesmas. Kami juga bekerja sama dengan klinik, rumah sakit, dan dokter praktik mandiri dalam pencatatan dan pelaporan kasus,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, mayoritas penderita di Kecamatan Sepaku adalah warga lokal. Namun sebagian kecil merupakan pendatang yang bekerja di kawasan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Masalahnya, beberapa pekerja IKN kerap lost to follow up karena pulang kampung tanpa koordinasi. Hal ini menyulitkan proses pemantauan dan pengobatan lanjutan,” kata Grace.
2. Para pasien dihandel layanan BPJS Kesehatan

Seluruh penderita TBC bisa berobat di fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun swasta yang ada di PPU. Biaya pengobatan sebagian besar dijamin BPJS Kesehatan, sementara layanan yang belum tercover akan diklaim melalui pendanaan Global Fund.
“Selama ini masyarakat PPU cukup kooperatif menjalani pengobatan. Namun untuk pekerja pendatang, kami berharap perusahaan turut aktif mendampingi,” tambahnya.
3. Waspada potensi penularan penyakit

Dinkes PPU mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap gejala TBC, seperti batuk terus-menerus, sesak napas, demam, penurunan berat badan, dan keringat malam hari.
“Segera periksakan diri ke puskesmas jika mengalami gejala tersebut, apalagi jika memiliki kontak dengan pasien TBC. Jangan ragu untuk memeriksakan dahak,” tegas Grace.
4. Testimoni dari masyarakat PPU

Seorang mantan penderita TBC yang enggan disebutkan namanya mengaku sangat puas dengan pelayanan pengobatan yang diterima.
“Saya dilayani dengan baik di Puskesmas, bahkan saat hanya batuk biasa pun saya langsung ditangani dengan cepat,” ungkapnya.