PBB Balikpapan Naik 3 Ribu Persen, Pengamat Unmul Lontarkan Kritik Keras

Balikpapan, IDN Times – Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Balikpapan menuai sorotan. Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi Purwoharsojo, menilai kebijakan tersebut terlalu membebani masyarakat, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Sebelumnya, salah seorang warga, Arif Wardhana, mengaku kaget saat menerima tagihan PBB tahun ini. Jumlahnya melonjak hingga 3.000 persen dibandingkan tahun lalu. “Ini kan cara-cara tradisional dan paling gampang. Pemerintah perlu mikir. Jangan hanya mengandalkan kenaikan pajak untuk meningkatkan PAD,” kata Purwadi saat dihubungi IDN Times dari Balikpapan, Rabu (20/8/2025).
1. Desak pemerintah beri penjelasan

Purwadi menekankan, pemerintah seharusnya mempertimbangkan kondisi ekonomi yang masih stagnan dan daya beli masyarakat yang belum pulih. Kenaikan PBB, menurutnya, justru berisiko memicu inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok.
“Kalau masyarakat daya belinya lemah, lalu dipaksa bayar pajak lebih tinggi, uang mereka bisa tidak cukup memenuhi kebutuhan pokok. Ini bisa berdampak ke ekonomi lokal secara keseluruhan,” jelasnya.
Dia juga meminta pemerintah transparan dan menjelaskan secara terbuka ke publik soal besaran kenaikan PBB ini. Termasuk indikator yang digunakan untuk menentukan kenaikan. "Juga jika ada perbedaan besaran kenaikan. Pemerintah mesti transparan," ucap dia.
2. Perusda dan aset daerah belum optimal

Menurut Purwadi, ada banyak sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) lain yang bisa digali selain menaikkan pajak. Misalnya melalui pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (Perusda) dan aset-aset strategis milik Pemkot Balikpapan.
“Suruh Perusda itu bekerja profesional, biar bisa menghasilkan pendapatan. Balikpapan juga punya banyak aset, apalagi sebagai pintu gerbang Kaltim, itu mestinya bisa dioptimalkan,” tegasnya.
3. DPRD diminta bersuara

Tak hanya pemerintah, Purwadi juga menyoroti peran DPRD Balikpapan. Ia menilai dewan seharusnya lebih cepat menangkap keresahan masyarakat, bukan hanya menunggu saat reses. “DPRD ini kan wakil rakyat, harus bersuara. Jangan-jangan ini sepihak diputuskan kepala daerah dengan OPD terkait saja," kata dia.
4. Pajak naik sampai 3.000 persen

Arif Wardhana, warga Balikpapan kaget setelah tagihan PBB tanah orang tuanya melonjak dari Rp306 ribu menjadi Rp9,5 juta, atau naik hampir 3.000 persen. Arif menuturkan, selama ini ia rutin mengurus pembayaran pajak keluarganya. Awalnya, ia hanya diberi tahu Ketua RT mengenai terbitnya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) terbaru. Ia menduga kenaikan masih dalam kisaran wajar, sekitar Rp500 ribu sampai Rp1 juta. Namun, jumlah tagihan yang tembus hingga Rp9,5 juta dinilainya sangat memberatkan, terlebih orang tuanya hanya seorang pensiunan.
Menurut Arif, hingga kini belum ada penjelasan resmi dari Pemerintah Kota Balikpapan terkait dasar kenaikan tarif PBB tersebut. Ia membandingkan dengan daerah lain, seperti di Pati, Jawa Tengah, di mana pemerintah daerah segera memberikan klarifikasi bahkan membatalkan kebijakan ketika kenaikan dianggap memberatkan warga. Ia menilai Pemkot Balikpapan kurang melakukan sosialisasi sebelum memberlakukan tarif baru.
Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo, mengakui adanya penyesuaian tarif PBB. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini bukan untuk membebani masyarakat, melainkan untuk mendukung pembangunan daerah. Bagus juga menyebut bahwa sekitar 80 persen pendapatan daerah bersumber dari pajak, sementara sisanya dari dana bagi hasil.