TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kasus Perundungan Santri Ponpes di PPU Masuk pada Sidang Diversi

Proses hukum di luar peradilan pidana

Jalannya sidang Diversi yang digelar di Polres PPU (IDN Times/Ervan)

Penajam, IDN Times - Kasus perundungan menimpa santri Kelas III tingkat menengah pertama salah satu pondok pesantren (ponpes) di Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur (Kaltim) masuk pada sidang diversi, Selasa (4/10/2022). Ini merupakan bentuk musyawarah antara korban, pihak terlapor, pihak orangtua, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial untuk memperoleh kesepakatan melalui pendekatan keadilan.  

Polres PPU yang menggelar sidang diversi  di Ruang Wita Pratama dengan menghadirkan korban dan terlapor. Turut hadir Balai Pemasyarakatan (Bapas), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) PPU dan Dinas Sosial (Dinsos) PPU.

“Perkembangan terbaru terkait penanganan laporan dari masyarakat dugaan tindak pidana kekerasan terhadap anak, kemarin telah kami lakukan sidang diversi,” ujar Kapolres PPU Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hendrik Eka Bahalwan melalui Kasat Reskrim Polres PPU Iptu Pol Dian Kusnawan kepada IDN Times, Rabu (5/9/2022).

Baca Juga: Pemkab PPU akan Bangun Rest Area di Kawasan Trunen Menuju IKN

1. Merujuk UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres PPU (IDN Times/Ervan)

Dian mengatakan, pelaksanaan sidang diversi mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Di mana pengertiannya adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. 

“Lalu dalam Pasal 5 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2012  tersebut, menegaskan dalam Sistem Peradilan Pidana Anak wajib diupayakan diversi. Sehingga kami upaya sidang diversi terhadap kasus ini,” katanya. 

Kini pihaknya, masih menunggu apa keputusan dari sidang tersebut. Apakah diputuskan disetujui diversi atau dilanjutkan ke Peradilan Pidana Anak. Lalu hasil sidang ini juga harus mendapat ketetapan hukum dari pengadilan.

“Keputusan sidang diversi kemarin, hasilnya ditetapkan oleh pengadilan apakah lanjut ke Peradilan Pidana Anak atau Diversi,” terangnya.

2. Korban berusia 14 tahun dan pelaku 17 tahun

Satuan Reskrim Polres PPU (IDN Times/Ervan)

Dian mengatakan, kasus kekerasan ini melibat anak berusia di bawah umur. Di mana korban masih berusia 14 tahun duduk di kelas III tingkat menengah sedang pelaku berusia 17 tahun merupakan santri senior. 

Oleh karena itu, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Dinas P3AP2KB PPU guna memberikan program trauma healing untuk memulihkan emosi korban dari ketakutan yang dialaminya.

“Korban akan kami berikan  trauma healing  ke psikolog anak di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas P3AP2KB Kota Balikpapan. Kini kami masing menunggu jadwal kapan korban maupun pelaku dipanggil,” urainya.

3. Polisi minta kesaksian sejumlah pihak

Kasat Reskrim Polres PPU, Iptu Dian Kusnawan (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Sebelumnya, Satreskrim Polres PPU lmelakukan visum terhadap korban. Kemudian dilakukan gelar perkara di mana ditemukan adanya bukti permulaan pidana penganiayaan terhadap korban. 

Sehingga kasusnya naik dari penyelidikan menjadi penyidikan. 

“Kami juga telah minta kesaksian dari korban maupun pelaku termasuk meminta keterangan dari teman-teman korban, orangtua korban dan pelaku serta pengasuh di ponpes itu,” ucapnya.

Bahkan, polisi sudah bersiap menjerat pelaku dengan ketentuan Pasal 80 ayat (2) UU RI Nomor 17/2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1/2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23/2002 tentang perlindungan anak menjadi UU Jo Pasal 76C UU RI nomor 35/2014 tentang perubahan atas UU nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

4. Tersangka diancam pidana penjara maksimal 15 tahun

Ilustrasi penjara (IDN Times/Mardya Shakti)

Ketentuan tersebut juga sudah mengatur tentang ancaman hukuman dalam kasus kekerasan pada anak. 

“Tersangka atau pelaku diancam hukuman pidana penjara minimal tiga tahun enam bulan dan maksimal 15 tahun,” tegasnya.

Namun ia berharap, kasus ini dapat diselesaikan melalui jalan diversi dengan harapan kedua belah pihak tidak keberatan dan mendapatkan keadilan

“Sementara ini terhadap pelaku kami tidak lakukan penahanan, namun ia wajib laporan. Hal ini kami lakukan karena di PPU sendiri belum memiliki rutan khusus anak,” pungkasnya. 

Baca Juga: Seorang Santri Ponpes di PPU Jadi Korban Perundungan 

Berita Terkini Lainnya