TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sidang Praperadilan Pencabulan Tertunda, Ini Klarifikasi Polda Kaltim

Keterangan korban disebut tak bisa jadi bukti

Ilustrasi (pexels.com/pixabay)

Balikpapan, IDN Times - Kasus pencabulan anak 9 tahun yang sempat terhenti satu tahun, seharusnya berlanjut ke tahap sidang praperadilan antara polisi dan tersangka. Namun, tadi siang, Selasa (9/11/2021) sidang tersebut tertunda karena pihak Polda Kalimantan Timur (Kaltim) tidak hadir dalam agenda tersebut.

Saat dimintai keterangan, Kuasa Hukum tersangka Suen Redy Nababan menjelaskan, jika pihaknya mengajukan sidang praperadilan ke pengadilan Balikpapan dikarenakan dari keterangan saksi yang sudah dipanggil oleh penyidik itu, tak bisa menjadi dasar penetapan tersangka terhadap pelaku, yakni kakek tiri korban.

Dirinya juga menyebut, jika rentetan kejadian pun tidak jelas. Kemudian saat tersangka dipanggil untuk dimintai keterangan, kata Suen, penyidik menunjukkan alat bukti kain seprai, yang menurutnya tak ada hubungannya dengan kasus pencabulan.

"Jadi seakan kasus ini terkesan dipaksakan," ucapnya, saat ditemui di Pengadilan Negeri Balikpapan. 

Baca Juga: Pengacara Kasus Pencabulan Anak Ultimatum Aparat Hukum di Kaltim

1. Jawaban pihak Polda Kaltim

Ilustrasi Garis Polisi (IDN Times/Arief Rahmat)

Sebagai informasi, pihak Polda Kaltim dalam hal ini Ditreskrimum Polda Kaltim dalam pengaduan di pengadilan ini berstatus sebagai termohon. Terkait tak datangnya pihak Polda Kaltim, Kasubdit IV/Renakta Polda Kaltim AKBP I Made Subudi, menyatakan jika urusan sidang ada dibagian Bidang Humum Polda Kaltim (Bidkum).

Mereka tak hadir dikarenakan Bidkum juga sedang menghadiri sidang yang lainnya.

Lalu, menjawab keraguan pihak pengacara tersangka yang seakan tak percaya dengan hasil penyelidikan polisi, Subudi mengatakan, pihaknya tak masalah dengan hal itu. Terpenting, saat sidang berjalan, pihaknya akan membuktikan semua itu di pengadilan. Soal hasil visum dan seprai yang memiliki noda sperma, polisi sudah melakukan verifikasi uji laboratorium forensik di Surabaya.

"Hasilnya pun mengarah milik tersangka. Intinya tidak masalah kalau disanggah. Kita lihat saja nanti," tuturnya.

Sementara itu, sidang akan dilanjutkan mulai besok, Rabu (10/11/2021).

2. Kuasa hukum korban kembali ingatkan soal kasusnya

Ilustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Mengenai keterangan yang dilontarkan kuasa hukum tersangka soal keterangan korban disebut tidak bisa menjadi alat bukti, Kuasa Hukum Korban Siti Sapurah atau Ipung justru meminta kepada kuasa hukum tersangka agar bersama-sama bicara berdasarkan hukum.

Untuk anak berhadapan hukum (ABH), kata dia, baik menjadi korban maupun pelaku, maka harus mengacu ke sistem peradilan pidana anak. Yakni bukan jerat KUHP yang menjadi acuan melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk pelaku orang dewasa dan korban dewasa.

Jika anak berhadapan dengan hukum maka harus mengacu ke UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Ia menegaskan lagi, untuk kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak yang sudah menjadi kejahatan luar biasa setelah dikeluarkannya Perpu 1/2016 dan sudah menjadi UU 17/2016 yang khusus mengatur kejahatan seksual terhadap anak, yaitu pasal 81 juncto 82 dan yang terkait UU 23/2002 dan UU 35/2014 tentang Perubahan Pertama yaitu perlindungan anak.

"Sedangkan UU 11/2016 tentang Perubahan Kedua UU 23/2002 tentang Perlindungan anak yang khusus mengatur perbuatan cabul atau persetubuhan terhadap anak di bawah umur," jelas Ipung.

Lanjut dia, dalam peraturan tersebut, keterangan anak bisa menjadi alat bukti dan cukup dua alat bukti saja. Karena kasus anak disebut bersifat khusus atau lex specialis. Yakni jika kasusnya melibatkan orang dewasa, bisa menggunakan peraturan umum atau KUHP dan keterangan anak tidak bisa dijadikan bukti.

Baca Juga: Tersangka Pencabulan di Balikpapan Layangkan Gugatan Praperadilan

Berita Terkini Lainnya