TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gubernur Kaltim Meminta Dana Pungutan Sawit Diberikan ke Daerah

Mendorong kemajuan pembangunan daerah

Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan alias Zulhas yang berkunjung ke Lampung menemukan bahwa pabrik-pabrik kelapa sawit (PKS) masih membeli TBS kelapa sawit di petani di bawah Rp1.600/kg. (dok. Kemendag)

Samarinda, IDN Times - Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Isran Noor menuntut  keadilan pemerintah pusat dalam dana bagi hasil sumber daya alam khususnya dari pungutan industri kelapa sawit. Gubernur berharap dana pungutan sawit itu agar dikembalikan kepada daerah penghasil, bukan seluruhnya dikelola oleh Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDKS), apalagi sampai mengendap di rekening Kementerian Keuangan.

“Daerah penghasil tidak dapat apa-apa. Setelah ribut-ribut baru dikatakan dananya untuk pembangunan biodiesel, untuk replanting (penanaman kembali),” kata Gubernur Isran Noor dalam akun Instagram Pemprov Kaltim di Jakarta, Rabu (30/11/2022). 

Baca Juga: PUPR Samarinda akan Melakukan Normalisasi Sungai Mati

1. Total dana pungutan kelapa sawit besarannya fantastis

Isran mengatakan, daerah penghasil sangat memerlukan dana itu untuk pembangunan infrastruktur. Tapi daerah sama sekali tidak punya kewenangan.

"Jadi ini semua harus dibuka, harus terbuka,” paparnya. 

Gubernur Isran mengaku tidak tahu persis, berapa dana yang selama ini dipungut atau dikumpulkan oleh Kementerian Keuangan dari industri sawit di Indonesia. Gubernur hanya mendengar kabar bila kisaran pungutan itu 50 hingga 450 US dolar per ton produk kelapa sawit. 

Sebab itu sambung Gubernur Isran Noor, jika diambil titik tengahnya saja, 225 US Dolar per ton, maka dalam lima tahun ke belakang, lebih dari Rp200 triliun dana yang bisa dikumpulkan. Padahal, jika dana sebesar itu dikembalikan ke 9 provinsi penghasil utama sawit, maka daerah penghasil pasti akan lebih sejahtera.

2. Kaltim sudah menyumbang devisa pemasukan negara

Ilustrasi kelapa sawit. (IDN Times/Sunariyah)

Apalagi lanjut Gubernur, dari bisnis ini setidaknya 35 miliar US dolar menjadi devisa negara. Selain itu, 21 juta orang hidup dan bekerja di sektor sawit. Menurut Gubernur, peran perusahaan dan petani sawit sesungguhnya sudah sangat besar.

“Ketika sudah bisa memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian negara, maka sudah semestinya daerah penghasil bisa mendapatkan privilege (hak istimewa). Ya sedikit-sedikitlah biar pun gak banyak,” ujarnya. 

Perjuangan menuntut keadilan dalam dana bagi hasil sumber daya alam ini dilakukan setelah daerah mengetahui bahwa ada slot Rp3,7 triliun di Kementerian Keuangan untuk daerah penghasil sawit.

“Dana Rp3,7 triliun itu sangat tidak memadai dibanding yang dikumpulkan Kementerian Keuangan mencapai lebih dari Rp200 triliun,” kritik Gubernur.

Ilustrasi perkebunan kelapa sawit. (IDN Times/Sunariyah)

Baca Juga: PLN Berdayakan Warga Samarinda dengan Pengelolaan Bank Sampah

Berita Terkini Lainnya