TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pelabelan BPA, AIMI: Pemerintah Harus Hadir Melindungi Warganya 

Migrasi BPA ke makanan dan minuman potensi masalah kesehatan

IDN Times/Helmi Shemi

Balikpapan, IDN Times - Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) meminta pemerintah untuk hadir dalam melindungi kepentingan warganya kaitan rencana pelabelan risiko migrasi Bisfenol-A (BPA).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengumumkan, potensi mengkhawatirkan migrasi zat BPA pada galon guna ulang. Tetapi permasalahan di lapangan terjadi, rencana pelabelan galon ini memperoleh penolakan dari beberapa pihak. 

“Pemerintah harus hadir untuk semua warganya kaitan pelabelan BPA Free," kata Ketua Umum AIMI Nia Umar saat dihubungi, Rabu (2/2/2022).

Baca Juga: Konsorsium Warga Sipil akan Gugat Polri soal Maraknya Truk ODOL

1. Rencana pelabelan BPA Free berdasarkan kajian mendalam

Truk ODOL mengalami kecelakaan karena kelebihan muatan. Foto istimewa

Nia mengatakan, pemerintah semestinya memberikan perhatian penting dalam pelabelan BPA ke galon guna ulang. Ia yakin, pihak BPOM tentunya sudah mengantongi alasan kuat dalam mendorong rencana ini. 

Menurutnya, BPOM setidaknya sudah memiliki kajian hasil penelitian dari para pakar kesehatan ahli di bidangnya. Terutama soal bahaya jangka panjang pada manusia yang terpapar kandungan zat BPA ini. 

Di mana zat untuk produksi galon jenis polikarbonat ini berpotensi untuk bermigrasi ke bahan makanan maupun minuman.

Apalagi seperti diketahui, aturan pelabelan bahan BPA ini pun sudah lama diterapkan ke seluruh produk-produk untuk bayi dan anak-anak Indonesia. Para pelaku industri wajib mencantumkan label BPA Free untuk setiap produk dot, botol susu, gelas plastik, hingga piring makan bayi.

Termasuk pula untuk kemasan susu dan makanan bayi.

“Kalau untuk produk-produk bayi dan anak-anak sudah lama diberlakukan di Indonesia. Semestinya kalau berbahaya untuk bayi dan anak-anak, tentunya berbahaya pula bagi manusia lain,” paparnya.

2. Catatan tentang bahaya BPA

akuratnews

Nia mengatakan, BPA adalah senyawa bahan yang dipergunakan dalam kemasan plastik polikarbonat guna membuat plastik tetap keras dan tidak mudah hancur. Dalam prosesnya, zat ini juga dipakai untuk melapisi bagian kemasan dari makanan kalengan.

BPA dulunya banyak dipergunakan sebagai bahan pembuat botol bayi, gelas plastik, peralatan makan, galon, hingga lapisan besar kaleng.

Pemanasan berulang dari plastik polikarbonat dapat menyebabkan larutnya BPA ke dalam pangan. Migrasi zat BPA ke bahan pangan ini yang diduga membawa permasalahan kesehatan serius bagi manusia. 

“BPA ini seperti polusi, tetapi tidak terlihat dan berasa. Imbasnya akan dirasakan dalam jangka panjang,” ujarnya.

BPA mengganggu kerja endokrin dan meniru estrogen. Sebuah laporan tahun 2008 oleh Program Toksikologi Nasional AS menyatakan keprihatinan atas efek pada otak, perilaku dan kelenjar prostat pada janin, bayi & anak-anak pada paparan manusia saat ini terhadap BPA.

Melalui plasenta, ASI, pemberian susu botol dan pemberian makanan dan minuman yang terkontaminasi.

BPA bisa menunjukkan sifat seperti hormon dan bisa hadir di mana-mana pada lingkungan kita karena penggunaannya yang luas. Contoh penggunaan yang lazim adalah kemasan air galon. Melalui rantai pengiriman yang panjang dan jika di jalan cuaca panas, maka kandungan BPA bisa 'larut' dalam air yang kita konsumsi.

BPA berkontribusi pada perkembangan sel kanker pada manusia.

Baca Juga: Market Leader AMDK Diminta Jadi Contoh dalam Ketentuan Zero ODOL

Berita Terkini Lainnya