Sarat Kepentingan Politik, Jatamnas Curigai Revisi UU Minerba
Jika disahkan, warga Kaltim makin menderita karena tambang
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Samarinda, IDN Times -Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional menaruh curiga kepada revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Setidaknya ada 29 pasal yang hendak dikebiri. Jika usulan itu lolos dan sahih maka dipastikan warga Kaltim akan menerima dampaknya. Demikian dikatakan Koordinator Jatamnas, Merah Johansyah, Jumat (16/8) sore.
Lebih lanjut, Merah menuturkan, dari puluhan pasal yang diajukan untuk mendapat perubahan, Pasal 99 ayat 2 menyita perhatian karena menganjurkan lahan pasca tambang bisa digunakan untuk bangunan irigasi dan tempat wisata.
“Usulan ini sangat berbahaya, sebab undang-undang sebelumnya tak mengatur itu namun Kementerian ESDM tiba-tiba mengusulkan revisi tersebut,” ucapnya.
Baca Juga: Temuan KPK setelah Sidak 4 Perusahaan Tambang di Kaltim
1. Revisi UU Minerba dianggap menutup keran tanggung jawab perusahaan tambang melakukan reklamasi
Terlebih Bumi Mulawarman, kata dia, sangat rentan dengan revisi itu. Sebab, di Kaltim ada 1.735 lubang bekas tambang batu bara menganga. Ribuan lubang-lubang itu tersebar di berbagai kabupaten/kota di Kaltim.
Persoalannya, dengan adanya revisi UU maka bisa menjadi peluang sejumlah perusahaan tak taat dengan aturan rehabilitasi dan reklamasi. “Dan persoalan itu paling krusial,” tegasnya.
Merah berpendapat, bila hendak ditarik lebih jauh, revisi UU Minerba itu merupakan agenda tujuh perusahaan pengeruk batu bara terbesar di Indonesia. Sebab diketahui, 70 persen hasil produksi tambang nasional lahir dari tujuh perusahaan ini. Dan ketujuh kongsi tersebut berusaha menembus kepentingan dalam perpanjangan kontrak karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) lewat Pasal 169. Sehingga perusahaan tersebut tak perlu lagi mengubah luasan wilayah konsesi, yang kemudian pada tahap selanjutnya dikembalikan ke negara dan dilelang oleh badan usaha milik negara.
“Implikasinya adalah melanjutkan luasan wilayah tanpa harus disusutkan menjadi 15 ribu hektare. Tujuh perusahaan tersebut merasa rugi jika wilayah yang dikeruk selama ini menyusut. Makanya ingin dirubah,” terangnya. “Dan perlu diingat lima dari tujuh perusahaan besar itu ada di Kaltim. Luasan konsesi tambangnya mencapai puluhan hingga ratusan ribu hektare.”
Baca Juga: KPK Jadi Pemicu Pengungkapan Tambang Ilegal di Kaltim