Keluar dari Kutukan Sumber Daya Alam melalui Hilirisasi Industri

Jadi salah satu perhatian presiden dalam pidato kenegaraan

Samarinda, IDN Times - Salah satu perhatian dalam Pidato Kenegaraan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dalam Sidang Bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia adalah masalah hilirisasi industri sumber daya alam.

Pada sidang yang dilangsungkan Jumat (16/8), Jokowi mengemukakan,"Berbekal inovasi, kualitas SDM, dan penguasaan teknologi kita bisa keluar dari kutukan sumber daya alam. Memang negara kita ini kaya bauksit, batubara, kelapa sawit, ikan, dan masih banyak lagi. Tapi tidak cukup di situ. Kalau kita melakukan hilirisasi industri kita pasti bisa melompat lagi," katanya.

Menanggapi pidato presiden, pengamat ekonomi Dr. Aji Sofyan Effendi, SE., M.Si, CRMP mengatakan, "Saya sangat mendukung dengan catatan itu investasi di sektor hilir sumber daya alam, bukan lagi di sektor hulu sumber daya alam. karena memang akselerasinya terhadap masyarakat setempat sangat tinggi sekali," katanya.

Menurut Aji,  hilirisasi industri sumber daya alam memang sangat diperlukan karena akan membawa banyak manfaat. "Baik secara pendapatan, lapangan pekerjaan, pengangguran, pengentasan kemiskinan, sangat luar biasa jika hilirisasi dapat diformat sebaik mungkin dan diiringi dengan pemangkasan regulasi dan birokrasi yang ruwet terutama di proses perizinan," kata Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman, Samarinda.

1. Hilirisasi produk SDA sangat penting dan mendesak untuk dilakukan

Keluar dari Kutukan Sumber Daya Alam melalui Hilirisasi IndustriIDN Times/Mela Hapsari

Apa yang disampaikan dalam Pidato Kenegaraan ini diharapkan segera direalisasikan dalam bentuk Peraturan Presiden. Setelahnya, pemerintah daerah diharapkan segera mengadopsi ketentuan mengenai hilirisasi ini dalam bentuk peraturan daerah (perda) karena lokasi sumber daya alam ini ada di daerah.

Selain masalah hilirisasi, Presiden Jokowi juga mengemukakan mengenai masalah penyederhanaan regulasi dan birokrasi yang ruwet, juga konsistensi regulasi. 

Sejalan dengan pidato presiden, Aji Sofyan menuturkan, "Kita menginginkan hilirisasi menjadi salah satu kebijakan yang urgen, mendesak, itu juga dalam rangka penyelamatan lingkungan sekaligus dalam rangka meningkatkan pendapatan negara ataupun pendapatan asli daerah. Untuk itu maka sejatinya  hilirisasi harus diimbangi dengan pemangkasan birokrasi regulasi," katanya.

Baca Juga: Samarinda Jadi Proyek Percontohan Reklamasi Lubang Tambang Batu Bara 

2. Regulasi tumpang tindih dan tidak konsisten antara pusat dan daerah

Keluar dari Kutukan Sumber Daya Alam melalui Hilirisasi IndustriIDN Times/Mela Hapsari

Regulasi yang tumpang tindih dan tak sejalan antara pusat dengan daerah kerap kali membingungkan dan menghambat investasi.

"Banyak hal yang mempersulit daerah, antara lain perizinan yang tidak matching antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kemudian kalaupun antar pemerintah daerah, juga tidak matching antara gubernur dengan wali kota/ bupati. Ini salah satu kendala yang sejatinya bisa dipangkas, sesuai dengan apa yang dikatakan Pak Presiden.," jelas Aji Sofyan.

Tidak hanya secara pusat ke daerah, tapi di level daerah pun seringkali tak jelas wewenang pemberian izin suatu usaha apakah kabupaten/ kota atau provinsi. Sehingga tak heran izin jadi lambat bahkan macet. Inilah yang menghambat investasi. Belum lagi masalah cepatnya perubahan undang-undang namun kurang sosialisasi, sehingga regulasi dengan keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah bisa tak sejalan.

3. Sengketa lahan juga seringkali jadi penghambat investasi

Keluar dari Kutukan Sumber Daya Alam melalui Hilirisasi Industriprokabar.com

Aji Sofyan mengatakan, pemangkasan regulasi dan birokrasi akan berdampak signifikan terhadap investasi. Namun ia mengingatkan, selain masalah tumpang tindih peraturan masalah lain yang perlu diperhatikan adalah sengketa lahan, termasuk tanah ulayat.

"Itu harus clear terutama yang berhubungan dengan kepemilikian sertifikat-setifikat tanah masyarakat. Tanah ulayat juga harus jelas mana wilayah yang boleh dan tidak boleh masuk investasi. Karena hak masyarakat komunal tidak bisa diganggu gugat. Pemerintah harus memiliki peta yang jelas, mana yang peruntukan tanah untuk produktif, dan mana hak adat," katanya.

Meskipun demikian ia menambahkan, sengketa tanah atau lahan sebenarnya banyak terjadi di investasi sektor hulu, sementara di sektor hilir yang sudah pabrikan seharusnya permasalahan terkait sengketa lahan bisa dihindari.

Terkait dengan investasi yang potensial di Kaltim, Aji Sofyan menjelaskan, "Primadona investasi masih yang berhubungan dengan sumber daya alam. Kita harus mengerem investasi SDA yang tidak terbaharukan. Kaltim harus menggeser investasi ke ekonomi kreatif. Potensi ekonomi kreatif juga sangat tinggi tetapi belum tersentuh secara optimal oleh investor," pungkasnya.

Baca Juga: Bukit Soeharto Jadi Ibu Kota, Ubah Pola Industri Sumber Daya Alam 

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya