Eksis Sejak 1980, Kue Talam Samarinda Tetap Laris Manis saat Pandemik

Masih bisa meraup untung hingga Rp10 juta

Samarinda, IDN Times - Meski era terus berganti, namun jajanan tradisional kue talam yang berdiri di Samarinda sejak 40 tahun silam tak pernah kehilangan penggemar, bahkan di tengah wabah corona virus alias COVID-19. Kue talam sendiri merupakan sebutan masyarakat suku Banjar yang memiliki artian kue basah.

Kue basah yang dijajakan Maskota Muradiah (69) sejak medio 1980 silam ini berlokasi di Jalan Bung Tomo, Kelurahan Baqa, Kecamatan Samarinda Seberang seperti Sari Muka Ketan Putih, Sari Muka Ketan Hitam, Sari Muka Hijau, Amparan Tatak, Karaban, dan masih banyak lagi.

Maskota berjualan tiap hari, namun Ramadan tahun ini ia sempat hampir mengurungkan niatnya untuk berjualan karena lesu keadaan ekonomi masyarakat saat ini akibat virus corona.

“Pas puasa Nisfu kemarin baru muncul keyakinan, akhirnya tetap jualan,” ucapnya saat dijumpai, Kamis (21/5).

1. Sejarah kue talam Maskota dari generasi ke generasi

Eksis Sejak 1980, Kue Talam Samarinda Tetap Laris Manis saat PandemikSelain kue talam, jajanan kue bingka juga menjadi primadona di toko kue Maskota (IDN times/Zulkifli Nurdin)

Maskota pun bercerita mengenai sejarah panjang kue talam resep keluarganya secara turun-temurun dan didirikan 40 tahun lalu.

Siti Zaenab, ibunda Maskota yang mulai menjajakan kue sejak puluhan tahun silam. Pada 20 Mei 1951, Zaenab melahirkan Maskota. Seiring berjalannya waktu, Maskota mulai membantu berjualan jajanan buatan tangan orangtuanya. Menggunakan nampan ditaruh di atas kepala, kaki kecil Maskota kala itu mulai terus menyusuri ruas jalan Kota Tepian.

Pada 1986, orangtua Maskota berpulang menuju Sang Khalik, namun ia tak berhenti berjualan kue. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Bakat yang dimiliki sang ibu ternyata menurun ke Maskota. Tiap hari, pembeli silih berganti. Jajanan khas tradisional buatan tangan Maskota, terutama setiap Ramadan selalu ludes beberapa jam sebelum waktu berbuka.

"Orang tahunya kalau kue basah ya di sini (Maskota Kue), sekarang saya jualan juga dibantu anak saya," tuturnya.

Baca Juga: Masa Pandemik, Warga Samarinda Bantu Sesama dengan Sembako Gantung

2. Penjualan di tengah pandemi turun hingga 70 persen

Eksis Sejak 1980, Kue Talam Samarinda Tetap Laris Manis saat PandemikGenerasi penerus Maskota saat melayani para pelanggan setianya meski pandemi terus menghantui. (IDN Times/Zulkifli Nurdin)

Adanya wabah COVID-19 membuat keuntungan jualan kue basah tak seperti tahun sebelumnya. Omset pun terjun bebas hingga mencapai 70 persen.

Jika pada tahun-tahun sebelumnya, aku Maskota, ia bisa menjajakan kue talam hingga 60 loyang dalam sehari, namun sekarang hanya sekitar 30 loyang saja. Kue talam yang biasa ia jajakan memiliki 16 varian rasa. Terkadang, pelanggannya juga memesan untuk dibuatkan khusus jenis kue talam tertentu.

“Tapi enggak semua dibuat. Tergantung yang sering dibeli aja atau kalau ada pesanan tertentu,” tuturnya.

3. Masih bisa meraup untung hingga Rp10 Juta

Eksis Sejak 1980, Kue Talam Samarinda Tetap Laris Manis saat PandemikMeski omset menurun, namun penjualan kue talam tak pernah sepi peminat. (IDN Times/Zulkifli Nurdin)

Meski ekonomi tengah diterpa badai pandemi, akan tetapi penjualan kue talam Maskota masih bisa meraup untung keseluruhan hingga mencapai Rp10 juta dalam sehari.

Diungkapkan Maskota, untuk kue jenis bingka dalam sehari bisa dibuat hingga 60 cetakan besar, sedangkan yang kecil mencapai 400 cetakan. Untuk kue talam yang banyak diburu adalah jenis Amparan Tatak. Untuk harganya, satu loyang dihargai Rp280 ribu dan untuk potongan kecil per mika senilai Rp15-Rp25 ribu.

“Tapi itu digabung dengan jualan kue jenis lainnya dan makanan siap saji,” pungkasnya.

Baca Juga: Kepala DLH: Warga Samarinda Jangan Buang Sampah saat Idulfitri

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya