Puncak Musim Panas, Samarinda Rawan Kebakaran Permukiman dan Karhutla

Sikap abai manusia jadi pemicu kebakaran

‎Samarinda, IDN Times - Kebakaran permukiman, serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla) memang patut diwaspadai, sebab ketika jago merah mengamuk semua bisa hangus rata dengan tanah.

Meminjam data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Timur semester pertama 2019 atau periode Januari-Juni tercatat 215 kebakaran terjadi. Dari jumlah tersebut ada 125 kali jago merah mengamuk di permukiman warga, sementara 90 kejadian lainnya karhutla. 

1. Dalam enam bulan Samarinda sering dijilat si jago merah

Puncak Musim Panas, Samarinda Rawan Kebakaran Permukiman dan KarhutlaDok.IDN Times/Istimewa

Dari data tersebut, Samarinda menduduki posisi puncak dengan 31 insiden untuk kebakaran permukiman, begitu juga dengan karhutla, Kota Tepian tetap nomor satu dengan 26 kejadian.

Dengan kata lain ibu kota provinsi Kalimantan Timur ini rawan karhutla. Sementara, di Balikpapan ada 21 kejadian kebakaran permukiman, karhutla ada 10 insiden lalu. Sedangkan, Kutai Kartanegara juga tercatat 21 kejadian dengan 4 kejadian kebakaran hutan. Kabupaten Kutai Timur, 8 kasus dan Kutai Barat, 10 peristiwa untuk kebakaran permukiman lalu karhutla masing-masing 6 dan 5 kasus.

"Iya, tapi belum masuk siaga darurat sebab Pemkot (Samarinda) masih bisa menangani," ucap Sugeng Priyanto, Koordinator Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) BPBD Kaltim.

Dia mengatakan, dari pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Agustus tahun ini memang merupakan puncak musim panas. Setidaknya ada 131 titik panas (hotspot) di Kaltim.

Walau demikian, angka tersebut tak sepenuhnya bisa dipercaya sebab, citra satelit yang digunakan untuk menangkap titik api bisa saja keliru. "Bisa saja itu warga yang sedang membakar sampah atau lahan kemudian ditangkap oleh citra satelit," sebutnya.

Baca Juga: Menteri LHK: Perlu Penegakan Hukum Lebih Ketat Atasi Karhutla 

2. Sikap abai manusia jadi pemicu kebakaran

Puncak Musim Panas, Samarinda Rawan Kebakaran Permukiman dan KarhutlaIDN/Istimewa

Sugeng menjelaskan, ada dua faktor penyebab kebakaran baik lahan/hutan atau permukiman yakni human error maupun alam atau terjadi dengan sendirinya dengan pemicu tertentu.

Misal, kebakaran yang dipengaruhi faktor alam. Dengan suhu bisa capai 42 derajat celcius ditambah kondisi angin kencang, banyaknya daun mengering, dan rendahnya curah hujan. "Semua elemen itu berpotensi memicu kebakaran," sebutnya.

Sementara, lanjutnya, human error  bisa terjadi lantaran kelalaian. Misal membuang puntung rokok di lahan yang kering dipenuhi rumput dan daun, lalu memasak lupa mematikan, sampai mengabaikan kondisi perangkat kelistrikan di rumah.

"Semua sikap lalai itu bisa berpotensi akibatkan kebakaran," tuturnya.

3. Warga hanya boleh bakar lahan dua hektare saja

Puncak Musim Panas, Samarinda Rawan Kebakaran Permukiman dan KarhutlaANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

Sugeng menambahkan, sebenarnya pembakaran lahan itu diperbolehkan dalam undang-undang, selama aksi tersebut masih dalam koridor untuk perkebunan. Hal itu diatur dalam Pasal 69 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Tapi hanya boleh dua hektare saja, selebihnya tidak," tegasnya lalu menambahkan, "Namun jika hendak melakukan pembakaran harus lapor dulu ke pihak terkait."

Baca Juga: Penegakan Hukum Multidoor Karhutla Diterapkan Pemerintah 

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya