Bappenas: Dalam 5 Tahun, Kalimantan Harus Kembangkan Industri Hilir
Antisipasi ketergantungan pendapatan dari SDA
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Balikpapan, IDN Times - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro meminta agar pemerintah daerah di wilayah Kalimantan dapat merencanakan dan mendorong pembangunan industri hilir.
Hal itu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas pencapaian peningkatan pertumbuhan ekonomi di wilayah Kalimantan yang masih tertinggal dibandingkan daerah lainnya seperti Sulawesi.
“Dalam 5 tahun ke depan, pemerintah daerah di Kalimantan harus memikirkan untuk membangun industri hilir, untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi wilayahnya,” kata Bambang Brodjonegoro dalam acara penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2020-2024 di Hotel Novotel Balikpapan, Selasa (20/8).
Baca Juga: Keluar dari Kutukan Sumber Daya Alam melalui Hilirisasi Industri
1. PDRB Kaltim paling rendah
Menurut Bappenas dari rata-rata pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) provinsi tahun 2015-2018, pertumbuhan ekonomi di wilayah Kalimantan Timur paling rendah dibandingkan daerah lainnya di Pulau Kalimantan.
Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur jauh di bawah Kalimantan Tengah sebesar 6 persen, Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara pada kisaran 5 persen, dan Kalimantan Selatan di atas 4 persen.Sementara, pertumbuhan ekonomi Kaltim tercatat hanya berada di angka di bawah 2 persen.
Kondisi ini memperlihatkan Kalimantan Timur sebagai salah satu provinsi penghasil komoditas ekspor batu bata terbesar se-Indonesia masih tergantung pada penghasilan dari ekspor sumber daya alam mentah. Sehingga ketika terjadi krisis ekonomi global sejak tahun 2015, Kalimantan Timur belum bisa mencari pengganti pemasukan dari ekspor batu bara dan minyak bumi.
Bambang berpesan, hal ini harus menjadi pertimbangan dari masing-masing kepala daerah untuk mencari alternatif pemasukan daerah dengan menciptakan industri hilir yang mampu menaikkan nilai komoditas yang akan diekspor, sehingga tidak tergantung pada ekonomi global.
Ia mencontohkan seperti wilayah Sulawesi yang menduduki urutan tertinggi dalam indeks pertumbuhan ekonomi dengan angka hingga mencapai 10 persen selama periode 2015-2018.
Menurutnya, Sulawesi sudah berhasil menciptakan industri hilir dalam pengelolaan SDA mereka sehingga menjadi produk yang dapat menaikkan pertumbuhan ekonomi padahal tidak memiliki batubara dan minyak seperti di Kalimantan.
Contohnya industri nikel di daerah Morowali, Sulawesi Barat, telah berhasil diolah menjadi industri hilir. Hasil pertambahan nikel yang telah diolah menjadi beberapa produk seperti stainless steel memiliki nilai ekonomi lebih tinggi ketika dijual di pasaran.
“Ini bisa menjadi inspirasi, hasil pertambangan nikel tidak hanya sampai menjadi produk feronikel, namun digandeng perusahaan swasta untuk diolah menjadi stainless steel,” jelasnya.
Baca Juga: Samarinda Jadi Proyek Percontohan Reklamasi Lubang Tambang Batu Bara