Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Rusdiani (kanan) dan Siti Muasyaroh (kiri), dua diantara 13 ibu asuh orangutan di Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari, Kukar. Mereka adalah sosok yang selama ini merawat orangutan layaknya anak sendiri. (IDN Times/Erik Alfian)

Balikpapan, IDN Times - Di tengah rimbunnya Hutan Kehje Sewen, Kabupaten Kutai Timur, enam individu orangutan menapaki kembali jejak alam bebas pada Rabu (23/4/2025) kemarin. Prosesi pelepasliaran enam individu orangutan, yang sebelumnya direhabilitasi di BOSF Samboja Lestari ini dihadiri oleh Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni.
Namun sebelum mereka menyatu dengan hutan yang sunyi, ada pelukan, tangis haru, dan kenangan panjang bersama sosok-sosok tanpa nama besar. Mereka adalah para perawat yang setiap hari menjadi ibu kedua bagi para orangutan ini.
Di balik keberhasilan pelepasliaran yang ke-27 oleh Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Samboja ini, ada tangan-tangan penuh kasih dari Rusdiani dan Siti Muaysaroh—dua babysitter orangutan yang telah mendedikasikan hidup mereka untuk cinta tanpa syarat kepada makhluk berhulu merah itu.

1. Kisah Rusdiani, 22 tahun menjadi ibu asuh orangutan

Rusdiani, perempuan 52 tahun ini sudah menghabiskan 20 tahun lebih umurnya untuk merawat orangutan di Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari milik BOSF. (IDN Times/Erik Alfian)

Rusdiani, perempuan berusia 52 tahun, telah menghabiskan nyari dari separuh hidupnya merawat bayi-bayi orangutan yang kehilangan induk dan rumahnya. Sejak 2003, ia menjadi bagian dari tim perawat di Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Samboja Lestari. Kini, lebih dari dua dekade kemudian, sudah belasan orangutan yang dia rawat kembali ke pelukan hutan.
“Saya sudah lupa berapa jumlah pastinya, tapi yang pasti belasan,” tutur Rusdiani, tersenyum sambil mengingat nama-nama yang melekat di hatinya: Mads, Mayer, dan Leann.
Bagi Rusdiani, pekerjaan sebagai babysitter orangutan bukan sekadar memberi makan atau mengganti popok. Ia tidur bersama mereka, memandikan, memberi susu, bahkan menggendong mereka seperti anak sendiri. “Kalau mereka masih bayi, umur 4 sampai 6 bulan, biasanya suka menangis kalau ditinggal. Mereka sudah terbiasa dekat sama kami,” ujarnya.
Namun, ada masa di mana kedekatan itu harus dilepas. Seperti saat Mads dilepasliarkan. “Dia yang paling saya sayang. Dulu sempat sakit, gak bisa makan. Saya kasih bubur, rawat tiap hari, tujuh tahun bersama. Begitu sehat, jalani program, sampai akhirnya rilis, saya campur aduk. Sedih karena gak bisa ketemu lagi, tapi senang karena akhirnya mereka bisa hidup bebas," kata dia.

2. Siti Muasyaroh dan "anaknya", Otan

Editorial Team

Tonton lebih seru di