Hasil Uji Lab Pencemaran di Muara Badak Belum Rilis, Ini Alasannya

Balikpapan, IDN Times – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menegaskan bahwa hasil uji laboratorium terkait dugaan pencemaran di perairan Muara Badak, Kutai Kartanegara, yang menyebabkan kematian masal kerang darah budidaya nelayan belum dapat dirilis ke publik. Hasil uji tersebut masih digunakan sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum terhadap kasus yang diduga melibatkan PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS).
Deputi Penegakan Hukum KLH, Irjen Rizal Irawan, menjelaskan bahwa hasil laboratorium bersifat rahasia karena menjadi bagian dari proses penyelesaian sengketa lingkungan hidup. “Hasil uji laboratorium tidak dirilis ke publik selama perkara masih berjalan karena berstatus sebagai dokumen rahasia,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (8/10/2025).
1. Hasil lab masih jadi bukti sengketa

Menurut Rizal, hasil uji laboratorium menjadi alat bukti dalam gugatan perdata maupun pidana. Dalam perkara perdata, hasil tersebut digunakan sebagai bukti utama, sementara dalam perkara pidana masuk sebagai lampiran berkas penyidikan.
“Proses penanganan hukum sedang berjalan. Dokumen laboratorium itu menjadi bagian penting dalam pembuktian dan tidak dapat diumumkan sebelum proses selesai,” kata Rizal.
Menanggapi dugaan adanya tekanan atau intervensi politik di balik penundaan publikasi hasil uji, Rizal membantah keras hal tersebut. “Hasil laboratorium merupakan dokumen yang dikecualikan sesuai ketentuan PPID karena berpotensi disalahgunakan jika dibuka ke publik,” jelasnya.
Meski demikian, KLH tetap berwenang menyampaikan informasi apakah pengaduan masyarakat dinyatakan terbukti atau tidak sesuai dengan Permen LHK No. 22 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengelolaan Pengaduan.
2. Proses penegakan hukum masih berjalan

Rizal menegaskan, penanganan kasus lingkungan hidup membutuhkan proses pembuktian ilmiah dan verifikasi ahli yang memerlukan waktu.
“Saat ini sudah dilakukan verifikasi bersama ahli, rapat klarifikasi, dan rapat supervisi penanganan. PT PHSS telah menyatakan kesediaan menyelesaikan sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan bersama masyarakat terdampak dan pemerintah daerah,” ungkapnya.
KLH memastikan tetap berpegang pada prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sesuai Pasal 88 UU No. 32 Tahun 2009.
“Jika ditemukan bukti pencemaran dan kerusakan lingkungan yang menimbulkan kerugian masyarakat, maka kami akan mengambil tindakan tegas,” tegas Rizal.
Ia menambahkan, masyarakat juga memiliki hak menggugat melalui mekanisme class action sebagaimana diatur dalam Pasal 91 UU 32/2009.
3. Pemulihan lingkungan masih berproses

Terkait pemulihan lingkungan dan ganti rugi kepada nelayan terdampak, Rizal menyebut prosesnya masih berjalan. “KLH bersama BPLH, pemerintah daerah, dan para ahli sedang melakukan verifikasi lanjutan serta proses sengketa lingkungan. Semua dilakukan sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku,” tutupnya.
Sebagai informasi, pencemaran di perairan Muara Badak, Kabupaten Kukar, yang terjadi pada akhir 2024 kemarin menyebabkan kematian masal kerang darah milik nelayan. Tak tanggung-tanggung, kerugian akibat kematian masal kerang milik nelayan ini mencapai hampir Rp69 miliar.
Kasus pencemaran ini kemudian berlanjut ke ranah hukum. Warga yang terdampak pencemaran melaporkan PT PHSS, yang diduga jadi biang pencemaran ke Polda Kaltim pada awal Juni 2025 silam.
PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) menyatakan keprihatinan atas gagal panen kerang darah yang terjadi di Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara, terutama di Desa Tanjung Limau. Perusahaan mengaku memahami kesulitan masyarakat terdampak dan telah menyalurkan bantuan bersama Dinas Sosial Kutai Kartanegara pada Maret lalu.
Hingga kini, PHI masih menunggu keputusan resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup terkait hasil investigasi dugaan pencemaran laut yang dilakukan Tim Penegakan Hukum pada Mei 2025. PHI menegaskan bahwa seluruh kegiatan operasional migas dijalankan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Manajer Comrel & CID PHI, Dony Indrawan, menyebut perusahaan siap bekerja sama dengan pemerintah dan menghormati keputusan KLH sebagai bentuk komitmen untuk terus meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan di wilayah operasinya.