Kerusuhan Banjarmasin 1997 Hilang dari Sejarah? Warga Memprotes Keras

Banjarmasin, IDN Times – Tragedi kerusuhan berdarah yang melanda Banjarmasin pada 23 Mei 1997, atau yang dikenal sebagai "Jumat Kelabu", ternyata belum tercantum dalam draf Buku Sejarah Indonesia yang tengah disusun ulang oleh Kementerian Kebudayaan RI.
Fakta ini terungkap dalam acara Diskusi Publik Draf Penulisan Buku Sejarah Indonesia yang digelar di General Building Lecture Theater, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Senin (28/7/2025).
Buku Sejarah Indonesia terdiri dari 10 jilid, mulai dari Akar Peradaban Indonesia (jilid 1) hingga Dari Reformasi ke Konsolidasi Demokrasi (1998–2024) (jilid 10). Proyek ini melibatkan 112 penulis, terdiri dari sejarawan dan akademisi dari berbagai daerah di Indonesia.
1. Sejarah "Jumat Kelabu" di Banjarmasin harus dimuat

Dalam sesi tanya jawab, Zulfaisal Putera, seorang aparatur sipil negara (ASN) asal Banjarmasin, menjadi penanya pertama. Ia mempertanyakan mengapa tragedi "Jumat Kelabu" yang menewaskan ratusan orang tidak masuk dalam draf buku tersebut. Menurutnya, peristiwa tersebut bisa jadi cikal bakal masuknya era reformasi serta runtuhnya kepemimpinan rezim Orde Baru.
"Tragedi ini belum pernah diusut tuntas oleh Komnas HAM hingga hari ini. Siapa dalangnya? Siapa yang harus bertanggung jawab? Saya mohon agar peristiwa ini dimasukkan dalam buku sejarah, supaya bangsa ini tahu bahwa Banjarmasin pernah luluh lantak karena kerusuhan. Padahal setahun sebelum kerusuhan besar di Jakarta," ujar Zulfaisal.
Ia juga menyoroti bahwa penulisan sejarah sebaiknya tidak hanya berdasarkan riset kepustakaan, tapi juga melalui investigasi mendalam agar lebih objektif.
"Karena kita tahu, ada banyak hal yang dirahasiakan oleh penguasa," imbuhnya.
2. Editor akui belum termuat: Siap terima masukan dan data sejarah

Editor jilid 9 Buku Sejarah Indonesia, Prof. Erniwati M.Hum, membenarkan bahwa tragedi "Jumat Kelabu" belum tercakup dalam bab 11 bertajuk Akhir Orde Baru.
"Terus terang, kami belum memasukkan peristiwa itu. Karena memang sejak 1997 sudah banyak demonstrasi terjadi, terutama setelah krisis moneter, isu KKN, dan sebagainya. Tapi puncaknya memang di Mei 1998. Saya akan coba telusuri lagi data terkait tragedi tersebut," jelas Erniwati, Guru Besar dari Universitas Negeri Padang.
Ia pun mengapresiasi masukan dari Zulfaisal dan menyatakan tim penyusun terbuka terhadap usulan masyarakat.
"Kalau peristiwa daerah itu punya dampak nasional, tentu kami tidak ragu untuk memasukkannya. Terima kasih atas masukannya, ini sangat berharga," tambahnya.
3. Penulisan Buku Sejarah Indonesia sudah 80-90 persen

Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Kemendikbudristek RI, Restu Gunawan, menegaskan bahwa diskusi publik ini memang dibuka untuk menampung masukan, termasuk sejarah lokal yang selama ini belum banyak ditulis.
"Saat ini penyusunan buku sejarah sudah mencapai 80–90 persen. Tapi kami masih membuka ruang untuk revisi dan penyempurnaan, termasuk sejarah yang berasal dari Kalimantan," ujar Restu.
Ia berharap masukan dari masyarakat bisa memperkaya isi buku sejarah ke depannya.
"Tentu tidak semua bisa dimuat, karena sejarah kita sangat luas. Tapi siapa tahu, suatu saat kita bisa menerbitkan sejarah Indonesia hingga seratus jilid," pungkasnya.