Ngaku Disuruh Orang, Tiga Anak Bawa Bom Molotov saat Aksi di Pontianak

Pontianak, IDN Times - Puluhan anak di bawah umur terjaring ikut aksi demo di Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) pada beberapa hari lalu. Puluhan anak tersebut sempat diamankan Polda Kalbar sampai akhirnya orangtua mereka datang untuk menjemput dan membuat surat pernyataan untuk tak mengulang.
Pada puluhan anak tersebut, tiga di antaranya membawa bom molotov, dan tiga lainnya positif narkoba. Ketua KPPAD Kalbar, Tumbur Manalu mengatakan, sampai saat ini tiga anak dalam kasus bom molotov masih ditahan oleh Polda Kalbar dan dilanjutkan ke proses hukum.
“Tiga anak ini dititipkan ke Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dalam kasus kepemilikan bom molotov, dan ada tiga anak lainnya yang wajib lapor,” kata Tumbur, Kamis, (4/9/2025).
1. Anak ikut aksi demo diajak teman dan penasaran

Tumbur mengatakan, mereka yang mengikuti aksi demo ini mengaku karena diajak oleh teman-temannya. Karena memiliki rasa penasaran yang tinggi, mereka ikut-ikutan pergi ke aksi demo tersebut.
“Mereka ini sebenarnya anak yang jarang keluar malam, tapi karena diajak teman-temannya ikut aksi pada siang sore hari jadi mereka ikut. Rasa penasaran mereka juga tinggi,” sebut Tumbur.
Salah satu dari anak pembawa bom molotov pada aksi demo itu pun mengaku bahwa dirinya diantar oleh orang tua ke Gedung DPRD Kalbar. Saat itu, dia ngaku mau ketemu teman-temannya.
“Dia diantar orang tuanya dan ngaku cuman mau ketemu teman-temannya. Orang tuanya juga gak tahu kalau kalau di dalam tas anaknya ada bom molotov,” paparnya.
2. Diduga disuruh pria tak dikenal bawa bom molotov

Tiga anak pembawa bom molotov ini ditangkap di hari yang berbeda, satu anak pertama ditemukan pada Jumat (29/8/2025), dan dua anak selanjutnya pembawa bom molotov pada Senin (1/9/2025).
Tumbur menyebutkan, satu anak mengaku disuruh oleh pria tak dikenal saat dia ikut aksi demo sebelumnya. Dia disuruh untuk membawa bom molotov pada aksi demo keesokan harinya.
“Dia katanya disuruh orang pas ketemu di aksi demo itu. Dibuatkan grup di instagram untuk koordinasi, ternyata keesokan harinya, pria yang menyuruh itu tak datang. Saat anak ini diamankan polisi, grup itu langsung dibubarkan,” jelas Tumbur.
Anak tersebut juga mengaku membuat bom molotov dengan cara otodidak, sebelumnya menonton tutorial video di media sosial Tiktok.
“Kasus ini menjadi sorotan publik, sehingga pihak kepolisian terus melakukan penyelidikan apakah ada aktor intelektual atau provokator dalam insiden ini,” tuturnya.
3. Lemahnya pengawasan orangtua

Tiga anak pembawa bom molotov ini diproses hukum oleh Polda Kalbar. Dua dari tiga anak ini diketahui masih berstatus pelajar SMA di sekolah yang sama, masing-masing duduk di kelas 10 dan kelas 11. Sementara satu anak lainnya sudah putus sekolah sejak kelas 2 SMP.
“Sehingga tidak sesuai dengan SPH, tidak bisa dilakukan RJ (Restorative Justice) karena ancaman hukumannya di atas 7 tahun. Karena ini kewenangan kepolisian, artinya proses diserahkan sesuai tugas kepolisian. Kami memastikan bagaimana hak-hak anak tetap terpenuhi,” paparnya
Tumbur menyoroti lemahnya pengawasan orangtua terhadap anak-anak yang ikut dalam aksi tersebut.
“Ini catatan penting. Orang tua harus memastikan tujuan anak saat keluar rumah, apalagi ketika menuju tempat keramaian atau aksi. Juga memastikan barang yang dibawa anak, jangan sampai benda berbahaya seperti bom molotov,” tegasnya.
4. KPPAD Kalbar lakukan pendampingan

Tumbur mengatakan, KPPAD Kalbar dalam hal ini turut melakukan pendampingan terhadap Anak Berhadapan Hukum (ABH) tersebut. Pihaknya juga telah mendorong agar orang tua mengajukan penangguhan penahanan agar anak-anak tersebut tetap bisa mengikuti proses belajar di sekolah.
“Tadi kita menyarankan, memungkinkan nggak untuk orang tua mengajukan penangguan penahanan. Dan dari penyelidik menyampaikan, itu bisa saja dilakukan. Tapi itu nanti putusan pimpinan,” tukasnya.
Anak-anak tersebut dijerat Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.