Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pejabat Nikmati Mobil Mewah, Rakyat Terjebak Angkot Usang

ilustrasi angkot (unsplash.com/Feby Elsadiora)
ilustrasi angkot (unsplash.com/Feby Elsadiora)

Balikpapan, IDN Times - Di Kalimantan Timur, provinsi kaya sumber daya alam, ketimpangan mobilitas menjadi pemandangan yang menyedihkan. Jutaan rupiah digelontorkan tiap tahun untuk membiayai perjalanan dinas dan kendaraan mewah para pejabat, sementara masyarakat harus berjuang keras dengan angkutan umum yang sudah usang dan mahal. Ironi ini begitu terlihat di salah satu lumbung energi terbesar di Indonesia.

Kesenjangan ini semakin tajam jika melihat fakta di lapangan. Sementara warga harus berdesakan di dalam angkot tua, menunggu berjam-jam, dan membayar tarif yang memberatkan, para pejabat dengan santai menikmati fasilitas mobil dinas mewah dan perjalanan yang dibiayai negara.

1. Sektor transportasi menyummbang Rp8,38 triliun

ilustrasi transportasi umum (pexels.com/Lando Dong)
ilustrasi transportasi umum (pexels.com/Lando Dong)

Menurut data Diskominfo Kaltim, sektor transportasi menyumbang Rp8,39 triliun dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2023. Namun, alih-alih mengalir ke sektor transportasi publik, dana tersebut justru menguap menjadi ratusan miliar rupiah untuk ongkos kendaraan dinas dan perjalanan pejabat.

Anggaran Pemprov Kaltim untuk kendaraan pejabat saja mencapai lebih dari Rp420 miliar per tahun, belum lagi biaya serupa di tingkat kabupaten/kota yang rata-rata mencapai Rp40-41 miliar. Biaya perjalanan dinas pun tak kalah fantastis, dengan tagihan hotel mencapai Rp9 juta per malam di luar uang saku.

2. 40 persen penghasilan habis untuk transportasi

Ilustrasi ojek online (pinterest.com/massire)
Ilustrasi ojek online (pinterest.com/massire)

Di sisi lain, warga Samarinda dan Balikpapan, yang merupakan pusat kepadatan penduduk, semakin tercekik. Angkot yang mereka andalkan hanya beroperasi dengan tingkat keterisian 25–40 persen. Akibatnya, para sopir harus 'ngetem' terlalu lama demi mendapatkan penumpang, membuat waktu tunggu bisa mencapai setengah jam. Layanan yang tidak bisa diandalkan ini memaksa masyarakat beralih ke ojek online meskipun ongkosnya lebih tinggi.

Tarif angkot saat ini memang Rp 5.000, tapi beban mobilitas terasa semakin berat seiring dengan berkurangnya jumlah armada. Sebuah riset dari Gultom dan Surya (2023) menunjukkan bahwa 90 persen keluarga di Samarinda memiliki setidaknya satu motor, dan 40 persen bahkan punya dua. Akibatnya, biaya transportasi rumah tangga melonjak hingga Rp 2 juta per bulan. Dengan rata-rata pendapatan Rp 5 juta, ini berarti 40 persen penghasilan keluarga habis di jalan.

"Jika biaya transportasi bisa dipangkas menjadi 20 persen, masyarakat bisa menghemat Rp 1 juta setiap bulan. Dana itu bisa dialokasikan untuk pendidikan atau kesehatan anak," ungkap Tiopan H.M. Gultom, akademisi transportasi dari Universitas Mulawarman yang juga memimpin Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Kaltim.

3. Anggaran transportasi daerah mesti direformasi

Ilustrasi anggaran (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi anggaran (IDN Times/Aditya Pratama)

Ini bukan sekadar masalah statistik, melainkan cerminan keberpihakan. Pejabat bisa bepergian dengan nyaman, ongkos ditanggung negara, sementara rakyat berjuang sendiri, membayar sendiri, dan tidak mendapatkan layanan yang memadai. Bahkan, riset Cornell University menemukan bahwa rumah tangga miskin di kota-kota besar cenderung memiliki mobilitas yang terbatas, menempuh jarak pendek, dan menghabiskan lebih banyak waktu di jalan. Kondisi ini secara langsung menghambat peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan.

MTI Kaltim mendesak agar anggaran transportasi daerah direformasi. Program pengembangan angkutan umum harus menjadi prioritas dan dijadikan indikator kinerja kepala daerah. Dana yang terkumpul dari pajak kendaraan dan bahan bakar seharusnya dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk layanan transportasi yang terjangkau dan andal. Anggaran untuk mobil dinas juga sebaiknya dialihkan untuk memodernisasi angkot, membangun halte, jalur pedestrian, dan meningkatkan konektivitas antarmoda transportasi.

"Sudah saatnya pemerintah tidak hanya membangun jalan untuk kendaraan para pejabat, tapi juga memastikan rakyat bisa memanfaatkannya melalui angkutan umum yang layak," tegas Gultom.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni
EditorLinggauni
Follow Us