Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pengasuh Ponpes di Martapura Cabuli Santri Divonis 12 Tahun Penjara

Sidang putusan kasus pengasuh pesantren di Pengadilan Negeri Martapura, Kabupaten Banjar, Kamis (24/7/2025) malam. (Hendra Lianor/IDN Times)
Sidang putusan kasus pengasuh pesantren di Pengadilan Negeri Martapura, Kabupaten Banjar, Kamis (24/7/2025) malam. (Hendra Lianor/IDN Times)

Banjar, IDN Times - Terdakwa mantan pengasuh Ponpes Nurul Ilmi Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, M Ropi'i alias Guru Pi'i tampak tak bergeming setelah divonis bersalah. Ia divonis atas perbuatannya mencabuli santri putra di lingkungan ponpes. Ropi'i dinyatakan melanggar Pasal 82 ayat (1) juncto Pasal 76E UU Perlindungan Anak.

Putusan dibacakan Leo Sukarno selaku hakim ketua Pengadilan Negeri Martapura yang mengadili perkara nomor 82/Pid.Sus/2025/PN Mtp pada Kamis (24/7/2025) malam.

“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dakwaan tunggal. Menjatuhkan pidana penjara 12 tahun serta denda Rp100 juta rupiah subsider 2 bulan kurungan penjara,” ucap Leo Sukarno membacakan vonis.

Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut terdakwa hukuman 14 tahun pidana penjara.





1. Mencabuli santri puluhan kali

Ilustrasi pencabulan. (Republika/MgRol_92)
Ilustrasi pencabulan. (Republika/MgRol_92)

Dalam pertimbangan majelis hakim, terdakwa terbukti mencabuli santri secara berulang puluhan kali sejak 2019 hingga 2025. Total 5 orang santri anak bawah umur yang teridentifikasi sebagai korban.

"Terdakwa telah menjadikan lembaga pendidikan pondok pesantren yang merupakan wadah untuk menimba ilmu sebagai sarana untuk mencari korban dengan dalih membuang kenahasan atau sial," kata hakim anggota Rafiqah Fakhruddin saat membacakan pertimbangan putusan.

Ia melanjutkan, terdakwa sebagai pimpinan ponpes semestinya menjadi teladan bagi santrinya dalam mengajarkan moral, spiritual, dalam kehidupan sehari-hari.

"Terdakwa memanfaatkan relasi kuasa yang dimiliki sebagai pimpinan ponpes, dan perbuatan terdakwa tidak hanya dilakukan kepada korban anak, melainkan juga kepada santri yang sudah dewasa, serta kasusnya menjadi perhatian masyarakat," kata hakim.

2. Respons terdakwa usai vonis

Terpidana pengasuh ponpes Guru Rapi'i langsung keluar persidangan usai pembacaan putusan di PN Martapura, Kamis (24/7/2025). (Hendra Lianor/IDN Times)
Terpidana pengasuh ponpes Guru Rapi'i langsung keluar persidangan usai pembacaan putusan di PN Martapura, Kamis (24/7/2025). (Hendra Lianor/IDN Times)

Usai pembacaan putusan, hakim ketua Leo Sukarno mengatakan ada jeda waktu selama tujuh hari sebelum inkrah untuk mengajukan banding. Lantas hakim menanyakan kepada terdakwa Ropi'i untuk mengambil sikap.

"Masih pikir-pikir yang mulia," ucap Ropi'i yang duduk di kursi pesakitan mengenakan baju koko putih dan peci putih. Juga demikian jaksa penuntut umum menyatakan yang sama, terkait mengajukan banding.

Usai hakim mengetok palu, terpidana Guru Rapi'i bergegas berdiri dan meninggalkan ruang persidangan.

3. Pengacara dan PPA: Puas tapi belum maksimal

Tim pengacara bersama Kasi Perlindungan Khusus Anak DPPPAKB Provinsi Kalsel, dan Kepala UPTD PPA Kabupaten Banjar saat diwawancarai wartawan usai putusan di PN Martapura, Kamis (24/7/2025). (Hendra Lianor/IDN Times)
Tim pengacara bersama Kasi Perlindungan Khusus Anak DPPPAKB Provinsi Kalsel, dan Kepala UPTD PPA Kabupaten Banjar saat diwawancarai wartawan usai putusan di PN Martapura, Kamis (24/7/2025). (Hendra Lianor/IDN Times)

Kuasa hukum korban, Hastati Pujisari mengaku cukup puas dengan putusan 12 tahun penjara, meskipun hukuman maksimal yang mereka inginkan yaitu 15 tahun penjara, sesuai Pasal 82 UU Perlindungan Anak.

“Namun kami tetap mengapresiasi putusan hakim. Kami berharap ini memberikan efek jera bagi pelaku yang melakukan perbuatan cabul,” kata advokat dari Pusat Bantuan Hukum DPC Peradi Banjarbaru - Martapura ini.

Hal senada juga disampaikan Kasi Perlindungan Khusus Anak DPPPAKB Provinsi Kalsel, Em Indriani Dwi Warastuti Pongoh, yang turut hadir dalam sidang putusan tersebut.

Menurutnya, vonis tersebut bertepatan dengan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 yang diharapkan menjadi tonggak perkuatan perlindungan terhadap anak-anak di Indonesia.

"Selanjutnya kami terus memantau para korban yang berada di berbagai daerah Kalsel ini. Pihaknya ingin memastikan para korban terus dalam kondisi psikologis yang baik," ucap Indriani didampingi Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Banjar, Nopi Mekarsari.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us