Polisi Ungkap Kasus Penyalahgunaan BBM Subsidi di Balikpapan

Balikpapan, IDN Times - Polresta Balikpapan berhasil mengungkap tiga kasus penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar dan Pertalite yang dilakukan secara ilegal atau dikenal dengan istilah "ngetap". Operasi ini digawangi oleh tim Reserse Kriminal (Reskrim) Polresta Balikpapan.
Dalam pengungkapan tersebut, polisi menangkap tiga tersangka yang kini telah ditetapkan sebagai pelaku. Mereka adalah AG (21), warga Makassar; ED (24), warga Balikpapan; dan MY (57), warga Balikpapan.
Kasat Reskrim Polresta Balikpapan, Ajun Komisaris Polisi Beni Aryanto, menjelaskan bahwa ketiga pelaku ini beroperasi secara individu dan bukan bagian dari sindikat penimbunan BBM bersubsidi. “Para pelaku menjalankan aksinya perseorangan,” ujar Beni, Rabu (18/12/2024).
1. Kronologis pengungkapan masing-masing kasus

Kasus pertama diungkap pada 23 Oktober 2024, sekitar pukul 17.00 WITA, di Jalan Poros Balikpapan-Pulau Balang KM 13, Kelurahan Karang Joang, Kecamatan Balikpapan Utara. Tersangka AG (21) ditangkap dengan barang bukti berupa 1.000 liter solar bersubsidi, satu kartu Fuelcard Brizzi, satu unit mesin pompa elektrik, satu meter selang plastik, dan satu unit mobil.
Polisi juga menemukan bukti pembelian di SPBU yang menunjukkan bahwa solar tersebut adalah BBM bersubsidi.
Pengungkapan kedua terjadi pada 21 November 2024, sekitar pukul 17.00 WITA, di Jalan Batu Ratna KM 11, Kelurahan Karang Joang, Kecamatan Balikpapan Utara. Tersangka ED (24) ditangkap dengan barang bukti berupa satu unit mobil Daihatsu Sigra, tiga jeriken berisi 74 liter Pertalite, satu buah selang, satu unit mesin pompa, dan dua barcode pengisian BBM.
Kasus ketiga melibatkan MY (57), yang ditangkap pada 21 November 2024, sekitar pukul 22.30 WITA, di Jalan Pengalang, Kelurahan Damai, Kecamatan Balikpapan Selatan. Barang bukti yang disita meliputi enam jeriken berisi 108 liter Pertalite, satu buah selang bening, satu unit kendaraan Suzuki Carry, dan tujuh barcode pengisian BBM.
2. Modus operandi dan keuntungan yang diraup tersangka

Menurut Beni, para pelaku menggunakan barcode untuk membeli BBM bersubsidi di SPBU. Setelah itu, BBM tersebut dipindahkan ke jeriken atau tandon plastik dan dijual kembali dalam jumlah kecil kepada konsumen, baik warga sekitar maupun pemesan.
Harga jualnya berkisar Rp10.500 hingga Rp11.000 per liter, memberikan keuntungan sekitar Rp5.000 hingga Rp5.500 per liter bagi para pelaku.
“Motif mereka adalah kebutuhan ekonomi. Para tersangka mengaku tidak memiliki pekerjaan tetap dan melihat aktivitas ini sebagai peluang yang menguntungkan,” kata Beni.
3. Ancaman hukuman bagi tiga tersangka

Ketiga pelaku kini menghadapi ancaman hukuman berat. Mereka dijerat dengan Pasal 55 juncto Pasal 40 ayat 9 Undang-Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dengan ancaman pidana penjara maksimal enam tahun atau denda hingga Rp6 miliar.
“Tersangka terancam hukuman pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak Rp6 miliar,” tutup Beni.