Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Relokasi SKM Makan Biaya, Ini Konsep Wali Kota Samarinda

Sempadan Sungai Karang Mumus (SKM) di segmen Pasar Segiri yang sudah ditertibkan, Jalan dr. Soetomo, Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Samarinda Ulu (IDN Times/Yuda Almerio)

Samarinda, IDN Times - Wacana relokasi warga bantaran Sungai Karang Mumus (SKM) Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) sebelumnya memang mengemuka. Lebih-lebih permukiman di segmen Pasar Segiri. Penyempitan badan sungai menjadi penyebab. Kendati demikian, agenda tersebut bakal berubah.

Wali Kota Samarinda Andi Harun memberikan gagasan perihal vertical housing atau community land trust (CLT).

“Kalau pernah melihat Kota London di Inggris, itu di sana ada yang namanya CLT, ada lima kawasan. Persis modelnya kayak di Sungai Karang Mumus,” ujar Andi seperti dilansir dari rilis resmi Pemkot Samarida, Senin (21/6/2021).

1. Relokasi rumah warga bakal makan biaya besar

Wali Kota Samarinda Andi Harun (IDN Times/Yuda Almerio)

Sebagai informasi, CLT pertama kali dibentuk pada 1969 silam di Georgia, Amerika Serikat dan sejak saat itu, banyak akademisi yang terinspirasi dan ingin menerapkannya di Inggris. Sederhananya, CLT adalah suatu organisasi warga lokal membeli atau mendapatkan sebuah bidang tanah di suatu lokasi, kemudian mereka membentuk organisasi berbadan hukum.

Lembaga ini kemudian mengelola aset tanah tersebut. Karena dikelola swadaya, memungkinkan untuk menyediakan hunian terjangkau sesuai dengan pendapatan kelompok masyarakat. Meski demikian, konsep tersebut tak bisa diadopsi sepenuhnya.

PasalnyaPemkotSamarinda tentu punya terobosan lain. Meski demikian relokasi warga bukan jadi pilihan utama.

“Relokasi itu justru akan menelan biaya yang jauh lebih besar,” tutur Andi.

2. Konsep CLT dari Inggris dapat memberikan terobosan penyediaan hunian terjangkau di tengah kota

Kondisi Sungai Karang Mumus saat ini. Warga masih bergantung untuk kegiatan harian seperti mencuci dan mandi. Potret ini diambil pada Sabtu 26 Oktober 2019 di kawasan Kelurahan Temindung, Samarinda (IDN Times/Yuda Almerio)

Lebih lanjut dia menerangkan, lantaran beban pemindahan terlalu besar. Maka gagasan yang diberikan kepada warga jauh lebih terjangkau. Nantinya di kawasan yang sama akan didirikan bangunan dengan konsep LCT. Hunian ini tentu lebih ramah dari sisi harga. Konsep ini juga menjadi jawaban bagi masyarakat yang tidak mampu membeli atau menyewa hunian di lingkungan mereka. Kemudian nilai-nilai skema CLT dapat digunakan untuk memberikan terobosan dalam penyediaan hunian terjangkau di tengah kota.

“Selain itu lahan ini nantinya dapat diperhitungkan secara komersial, dengan menawarkan kepada pihak swasta dengan membangun tempat wisata atau wisata kuliner,” imbuhnya.

3. Berharap konsep CLT berhasil demi menyejahterakan masyarakat

Kawasan perumahan di sempadan Sungai Karang Mumus (IDN Times/Yuda Almerio)

Kata dia, dengan ide ini banyak keuntungan bisa diraih. Pertama Samarinda bisa meminimalkan kampung kumuh, kedua kedua masyarakat bisa mendapatkan hunian laik dan ketiga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Bila konsep ini berhasil, tidak menutup harapan untuk menyejahterakan warga bisa dicapai. Terpenting menurut dia, skema CLT membuat masyarakat memiliki kuasa lebih terhadap lingkungannya.

"Dengan adanya kuasa dari masyarakat, segala aktivitas dan pengembangan lingkungan akan tetap mengikuti kebutuhan dan turut menyejahterakan masyarakat yang berada di lingkungan tersebut dalam jangka panjang," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
SG Wibisono
EditorSG Wibisono
Follow Us