Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

SMA Balik ke IPA-IPS-Bahasa, Siswa Kehilangan Fleksibilitas?

Iustrasi siswa SMA (Dok. unsplash.com)
Iustrasi siswa SMA (Dok. unsplash.com)

Balikpapan, IDN Times - Rencana Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk mengembalikan sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang SMA mulai tahun ajaran 2025/2026 mulai menuai respons dari daerah.

Di Kalimantan Timur, Dinas Pendidikan hingga pihak sekolah menyatakan siap mengikuti arahan pusat, namun juga menyoroti tantangan adaptasi, kesiapan guru, hingga potensi berkurangnya fleksibilitas belajar siswa.

1. Kaltim tunggu petunjuk teknis

ilustrasi pelajar SMA (unsplash.com/Ed Us)
ilustrasi pelajar SMA (unsplash.com/Ed Us)

Plt Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kaltim Rahmat Ramadhan mengatakan, pihaknya masih menunggu juknis (petunjuk teknis) untuk pelaksanaan penjurusan di tingkat SMA ini. "Pada prinsipnya, kami di daerah siap saja. Tinggal menunggu petunjuk teknis dari pusat (Kemendikdasmen), termasuk apakah memang akan dimulai pada tahun ajaran ini," kata Rahmat dihubungi dari Balikpapan.

Rahmat menyakini, kembalinya jurusan IPA, IPS, dan Bahasa ini juga tak akan banyak berpengaruh terhadap proses belajar mengajar di kelas. "Mata pelajaran IPA itu kan sebenarnya selama ini ada. Seperti Fisika, kimia, dan matematika. Jadi saya yakin tidak akan berpengaruh," kata dia.

Namun demikian, Rahmat tak menampik, penerapan sistem baru ini akan membutuhkan waktu adaptasi. "Tapi biasanya itu di awal-awal saja, kalau sudah berjalan dan terbiasa nanti tidak akan jadi soal," kata dia.

2. Kurikulum Merdeka dinilai lebih fleksibel

ilustrasi pelajar SMA (unsplash.com/Ed Us)
ilustrasi pelajar SMA (unsplash.com/Ed Us)

Kepala SMA Negeri 1 Balikpapan, Daliya, menyatakan bahwa pihaknya belum bisa memberikan tanggapan resmi terkait wacana tersebut karena belum ada keputusan yang benar-benar final dari pemerintah pusat.

“Kalau kami yang di lapangan, belum bisa berkomentar lebih jauh sebelum ada keputusan resmi. Sampai saat ini, kami masih menjalankan Kurikulum Merdeka sesuai Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024,” ujar Daliya.

Ia menjelaskan, Kurikulum Merdeka sejatinya memberikan keleluasaan bagi siswa untuk memilih mata pelajaran sesuai bakat dan minatnya, sehingga dinilai lebih relevan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan individu. Apalagi, sejatinya tahun ini 2025-2026 Kurikulum Merdeka sudah ditargetkan diimplementasikan secara menyeluruh di Indonesia.

“Kurikulum Merdeka ini sebenarnya sudah pas. Anak-anak diberikan kebebasan memilih pelajaran berdasarkan minat dan rencana masa depannya,” tambahnya.

Namun, Daliya juga menyoroti sejumlah kendala dalam implementasi kurikulum tersebut. Salah satunya adalah ketidaksiapan sumber daya manusia, terutama tenaga pendidik yang sesuai dengan kebutuhan mata pelajaran pilihan.

“Kebijakan berubah, tapi pengangkatan guru tidak mengikuti. Banyak guru yang tidak sesuai bidang, padahal anak-anak diberi kebebasan memilih. Akhirnya sekolah kekurangan guru di mata pelajaran tertentu,” jelasnya.

3. Respons kembalinya penjurusan

Ilustrasi pelajar SMA. (Dok. Kemendikdasmen)
Ilustrasi pelajar SMA. (Dok. Kemendikdasmen)

Menyoal isu kembalinya sistem jurusan IPA, IPS, dan Bahasa, Daliya menganggap kebijakan itu justru berppotensi membatasi ruang eksplorasi siswa.

“Kalau penjurusan diterapkan lagi, anak-anak seperti dipaksa memilih masa depan di awal. Kalau berubah di tengah jalan, mereka jadi kesulitan. Dalam Kurikulum Merdeka, siswa bisa fleksibel,” ujarnya.

Selain itu, muncul juga kebijakan baru terkait integrasi mata pelajaran seperti coding dan kecerdasan buatan (AI) ke dalam kurikulum. Daliya mengonfirmasi bahwa SMA Negeri 1 Balikpapan menjadi salah satu sekolah percontohan di Kalimantan Timur untuk penerapan kurikulum tersebut.

“Tahun ini kabarnya coding dan AI akan mulai diterapkan. Kami kebetulan punya guru yang memiliki latar belakang pemrograman, dan bisa didukung oleh para alumni yang juga bergerak di bidang IT,” ujarnya optimistis.

Meski demikian, ia tetap menyoroti tantangan besar dalam hal kesiapan guru dan infrastruktur di berbagai daerah.

Daliya juga mengaitkan persoalan ini dengan pentingnya pembangunan infrastruktur pendidikan secara merata, termasuk konektivitas internet dan penyediaan tenaga pengajar yang sesuai dengan perkembangan teknologi.

“Banyak sekolah di daerah sinyal internetnya saja sulit. Waktu pandemi, kita bisa lihat jelas mana daerah yang siap, mana yang tidak. Kalau infrastruktur tidak dibangun, ya tidak jalan,” tegasnya.

Ia berharap, apapun kebijakan pendidikan yang akan diambil pemerintah, bisa disertai dengan perencanaan matang dan kesiapan menyeluruh.

“Kalau memang mau berubah, ya harus disiapkan semuanya. Jangan mendadak, karena dampaknya ke semua lini. Tapi ya, kalau tidak dimulai, kapan lagi? Mungkin memang harus dijalankan sambil terus dibenahi,” pungkas Daliya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Erik Alfian
Sri Gunawan Wibisono
Erik Alfian
EditorErik Alfian
Follow Us