Kaltim Gencarkan Pelestarian Bahasa Daerah Lewat Kurikulum Sekolah

Samarinda, IDN Times – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalimantan Timur (Kaltim) mengambil langkah konkret untuk menyelamatkan bahasa daerah yang semakin terancam punah. Langkah ini diambil menyusul hasil riset yang menunjukkan semakin berkurangnya penutur asli di berbagai daerah di Kaltim.
“Pelestarian bahasa daerah harus dimulai sejak dini, dan sekolah menjadi tempat yang paling strategis untuk itu,” ujar Subkoordinator Kurikulum dan Penilaian Disdikbud Kaltim, Atik Sulistiowati diberitakan Antara, di Samarinda, Jumat (7/11/2025).
1. Ancaman bagi Kaltim di masa depan

Atik menjelaskan, jika tidak segera ditangani, Kaltim berisiko kehilangan identitas budayanya. Kekhawatiran tersebut diperkuat oleh hasil kajian Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kaltim yang menemukan bahwa Bahasa Kutai Muara Kaman telah kehilangan seluruh penutur aslinya.
Sebagai bentuk upaya penyelamatan, Disdikbud Kaltim kini telah menyelesaikan penyusunan kurikulum muatan lokal (mulok) berbasis bahasa daerah untuk jenjang SMA.
“Tahun 2023 kami menyusun untuk kelas 10, tahun 2024 untuk kelas 11, dan sekarang kami rampungkan untuk kelas 12,” jelas Atik.
Dengan selesainya kurikulum tiga jenjang tersebut, kini seluruh SMA di Kaltim memiliki panduan lengkap untuk mengajarkan muatan lokal sesuai karakter daerah masing-masing. Penyusunan kurikulum ini melibatkan 20 penulis dan dua mentor akademisi guna memastikan materi yang disusun relevan dan berkualitas.
2. Muatan lokal dalam kurikulum sekolah

Atik menambahkan, saat ini terdapat enam jenis muatan lokal yang dapat dipilih oleh sekolah, meliputi bahasa daerah, seni budaya, serta potensi sumber daya alam.
“Sekolah bebas memilih sesuai karakteristik daerahnya. Misalnya di Paser memilih Bahasa Paser, di Berau memilih Bahasa Berau, dan di Kutai memilih Bahasa Kutai,” terangnya.
3. Generasi muda mencintai bahasa daerah

Menurutnya, langkah ini penting agar generasi muda tetap mengenal dan mencintai bahasa daerah mereka sendiri.
“Anak-anak harus tahu bahwa bahasa daerah adalah bagian dari warisan budaya yang wajib dijaga dan dilestarikan,” tutup Atik.


















