Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di PPU Meningkat pada 2025

- Peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten PPU dari 44 kasus dengan 50 korban pada tahun 2024 menjadi 57 kasus dengan 59 korban pada Januari hingga September 2025.
- Pentingnya upaya lintas sektor dalam perlindungan perempuan dan anak untuk pemenuhan hak atas rasa aman dan keadilan bagi perempuan dan anak. Kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga masyarakat, media, dunia usaha, keluarga, dan komunitas diperlukan.
- Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) PPU Tita Deritayati mendorong terciptanya produk hukum desa sebagai upaya kebijakan penurunan keker
Penajam, IDN Times – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, mengalami peningkatan pada tahun 2025 dibandingkan tahun sebelumnya.
Data tersebut berdasarkan hasil pendataan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) PPU.
“Ada peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten PPU dari 44 kasus dengan 50 korban pada tahun 2024 menjadi 57 kasus dengan 59 korban yang tercatat sepanjang Januari hingga September 2025,” ungkap Kepala Dinas P3AP2KB PPU, Chairur Rozikin, Senin (3/11/2025).
1. Pentingnya upaya lintas sektor

Pernyataan itu disampaikan Chairur saat membuka kegiatan Advokasi dan Sosialisasi Kebijakan Perlindungan Perempuan dan Anak dalam pertemuan koordinasi lintas sektor terkait pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, tindak pidana perdagangan orang (TPPO), anak berhadapan dengan hukum (ABH), serta perkawinan anak. Kegiatan berlangsung di Aula Lantai I Kantor Bupati PPU.
Menurut Chairur, perlindungan perempuan dan anak membutuhkan sinergi semua pihak untuk memastikan terpenuhinya hak atas rasa aman dan keadilan. Ia menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan fenomena “gunung es” yang memerlukan penanganan bersama.
"Upaya melindungi perempuan dan anak tidak bisa dilakukan sendiri. Diperlukan kerja sama, koordinasi, dan kolaborasi lintas sektor," tegasnya.
2. Diharapkan aktivasi tingkat desa dan kelurahan

Ia menjelaskan, kolaborasi tersebut melibatkan pemerintah pusat dan daerah, lembaga masyarakat, media, dunia usaha, keluarga, hingga komunitas. Melalui kegiatan advokasi dan sosialisasi ini, pihaknya berharap kesadaran masyarakat meningkat dan diikuti langkah nyata di tingkat desa maupun kelurahan.
“Selain peningkatan kesadaran, kami juga berharap muncul lembaga perlindungan perempuan dan anak di desa serta terbitnya regulasi perlindungan di tingkat desa,” tambah Chairur.
3. Dorong buat produk hukum desa

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) PPU, Tita Deritayati, yang hadir sebagai narasumber, menuturkan pihaknya mendorong pembentukan produk hukum desa yang berpihak pada perlindungan perempuan dan anak.
Menurutnya, DPMD akan mendampingi pemerintah desa dalam proses penyusunan dan penetapan regulasi tersebut.
“Adanya produk hukum desa yang berpihak pada perlindungan perempuan dan anak diharapkan dapat menciptakan lingkungan desa yang aman, setara, dan bebas dari kekerasan,” ujar Tita menegaskan.


















