TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PPU Tidak Memiliki Ahli Psikolog Klinis untuk Penanganan KDRT 

Tidak tersedia layanan UPTD PPA

Ilustrasi penganiayaan perempuan (IDN Times/Sukma Shakti)

Penajam, IDN Times - Dinas Perlindungan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur (Kaltim) mengaku, tidak memiliki ahli psikologis klinik penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ini yang membuat penanganan kasus KDRT di PPU belum bisa dikatakan tuntas. 

“Dalam penanganan kasus KDRT tenaga ahli psikologi klinis Ini, menjadi salah satu upaya dalam menyelesaikan permasalahan. Meskipun beberapa kasus dianggap telah selesai tetapi sebenarnya  belum tuntas sepenuhnya,” kata Penggerak Swadaya Masyarakat Ahli Muda DP3AP2KB PPU Achmad Fitriady kepada IDN Times, Selasa (9/8/2022).

Baca Juga: Guru Honorer Dihapus, PPU Terancam Krisis Sumber Daya Tenaga Pendidik

1. Beberapa kasus dianggap selesai tetapi belum tuntas sepenuhnya di pasca kejadian

Kantor DP3AP2KB PPU (IDN Times/Ervan)

Penanganan penyelesaian KDRT melalui DP3AP2KB PPU bekerja sama dengan Polres PPU dianggap selesai. Penyelesaian dilanjutkan lewat proses penanganan korban pasca kasusnya. 

“Oleh karena itu, perlu sumber daya manusia (SDM) yang mampu menangani soal trauma healing atau  proses memulihkan emosi korban dari ketakutan di masa lalu,” jelas pria kerap dipanggil Adi ini.

Selain membutuhkan tenaga psikolog klinis, menurut Adi, Pemkab PPU semestinya juga membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Khusus menangani persoalan KDRT warga PPU. 

“Tenaga ahli khusus ini, tentunya bertugas dan berupaya untuk mengembalikan mental korban kekerasan. Tidak hanya korban KDRT, namun juga para korban kekerasan terhadap perempuan dan anak serta pelecehan seksual,” tegasnya.

2. Kerap minta bantuan tenaga psikolog di UPTD PPA Kota Balikpapan

Kantor DP3AP2KB PPU (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Karena  tidak memiliki tenaga psikolog klinis, Adi terpaksa meminta bantuan tenaga ahli psikolog dari UPTD PPA Kota Balikpapan.

“Kami menilai tidak adanya tenaga ahli khusus itu, kami  kerap kesulitan dalam mengembalikan kondisi psikis korban kekerasan, pun adanya bantuan dari UPTD PPA Balikpapan tak serta-merta mengatasi masalah,” urainya. 

Pasalnya, untuk mendapatkan layanan tersebut pihaknya harus menunggu jadwal konseling yang lowong disela-sela penanganan yang dilakukan UPTD PPA Balikpapan. Membuat penanganan kerap tertunda karena hanya menggunakan tenaga konseling yang ada.

Ia menegaskan, tenaga psikolog klinis ini juga sangat dibutuhkan ketika pelaksanaan assessment kasus korban sebagai penanganan awal, sebelum dilakukan tindakan lanjutan. 

Belum lagi, jika perlu pendampingan terhadap korban KDRT.

3. Juga saat pendampingan di pengadilan pemenuhan hak anak dan perempuan terkendala

Achmad Fitriady (IDN Times/Ervan)

Selain itu, juga kebutuhan pendampingan para korban selama menjalani proses peradilan. 

“Ditambah lagi penyelesaian administrasi, petugas administrasi juga biasanya melakukan pendampingan," tukasnya.

Ia membeberkannya, saat ini jumlah SDM Bidang PPA DP3AP2KB PPU sebanyak  delapan orang saja, yakni dua tenaga fungsional, dua pegawai honorer, tiga staf, dan satu aparatur sipil negara (ASN) selaku kepala bidang. 

Di mana mereka sebenarnya bukan ahlinya dalam melaksanakan pekerjaannya, sebab bidang PPA harus memantau perkembangan psikis korban kekerasan secara berkala dari dua bulan, enam bulan bahkan hingga dua tahun pasca kejadian.

“Adanya tenaga ahli klinis ini juga mendorong rencana pendirian UPTD PPA kini sedang berproses,” ucapnya.

Agar nantinya, ada pembagian kewenangan secara jelas antara pencegahan dengan sosialisasi dan penanganan secara langsung terhadap korban sampai pemulihan trauma, pasca kejadian serta penanganan.

Baca Juga: Polres PPU Amankan Narkoba yang Disembunyikan dalam Jok Sepeda Motor

Berita Terkini Lainnya