Rapat kekerasan terhadap anak dan perempuan di PPU (Dok. Humas Setkab PPU)
"Jika dirinci jumlah kasus juga mengalami peningkatan baik dari kekerasan terhadap anak, perempuan dan anak berhadapan dengan hukum, tahun 2019 kemarin mencapai 49 kasus sedangkan tahun 2018 hanya 46 kasus," urainya.
Terkait penanganan kasus kekerasan terhadap anak, pihaknya telah melakukan beberapa upaya pencegahan agar jumlah korban dan kasus tidak mengalami peningkatan, seperti melakukan sosialisasi di sekolah - sekolah tentang pencegahan dan penanggulangan kekekarasan anak sejak dini.
"Kami juga telah membentuk gerakan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) adalah sebuah gerakan dari jaringan atau kelompok warga pada tingkat masyarakat yang bekerja secara terpadu untuk mencapai tujuan perlindungan anak," ujarnya.
Untuk diketahui, pada tahun tahun 2019 kemarin pihaknya telah membentuk PATBM di 18 desa/ kelurahan se PPU dan tahun ini akan dibentuk 15 PATBM lagi. Gerakan ini beranggotakan unsur masyarakat dan pemerintah desa atau kelurahan serta terdapat Babinsa dan Bhabinkamtibmas. Kedepan juga akan dibentuk gerakan Perlindungan Perempuan dan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PPATBM).
"Selain itu kami juga membentuk Tim Penanganan dan Pendampingan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak (TP2K2PA), beranggotakan ASN dari DP3AP2KB (Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana), Dinas Sosial, Kemenag PPU, Polres, empat Polsek, 11 Puskesmas dan Penyuluh Keluarga Berencana. Tim ini kami bentuk setelah melakukan koordinasi dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB (BPPKB) Kaltim," tuturnya.
Ia menjelaskan, terbentuknya TP2K2PA tersebut karena PPU belum memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), menyusul dibubarkannya Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) pasca terbitnya degan Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pembentukan UPT PPA.