TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tahun 2019, Anak Korban Kekerasan di Penajam Paser Utara Meningkat

Kekerasan terhadap perempuan juga meningkat

ilustrasi kekerasan pada anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Penajam, IDN Times - Sepanjang tahun 2019 kemarin, jumlah anak yang menjadi korban kekerasan di kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2018 lalu. Kondisi ini menjadi perhatian  Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten PPU.

"Tahun 2019 kemarin jumlah anak korban kekerasan mencapai 23 orang atau meningkat meskipun banyaknya kasus menurun sebanyak 14 kasus,  sedangkan tahun 2018 jumlah korban mencapai 15 orang anak dengan 15 kasus," ucap Kepala DP3AP2KB PPU  Firmansyah didampingi Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, DP3AP2KB PPU Nurkaidah, kepada IDN Times, Jumat (10/1).

Baca Juga: Program Kotaku di Samarinda, 2020 Tangani Kumuh Seluas 64,6 Hektare   

1. Jumlah kasus dan korban kekerasan terhadap perempuan juga meningkat

Kepala DP3AP2KB Kabupaten PPU, Firmasnyah lakukan koordinasi dengan anggota TP2K2PA (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Selain terjadi peningkatan jumlah anak korban kekerasan, bebernya, jumlah kasus dan korban kekerasan terhadap perempuan juga meningkat. Pada tahun 2019 ini sebanyak delapan kasus dengan delapan korbannya, sedangkan tahun 2018 terdapat enam kasus dengan jumlah korban sebanyak enam orang.

Sementara, pada tahun 2018 lalu jumlah anak yang berhadapan dengan hukum mencapai 25 orang dengan 25 kasus, tetapi tahun 2019 kemarin jumlah kasus dan orangnya mengalami penurunan yakni kasus 18 dan orangnya juga berjumlah sama, yakni 18 orang.

Meskipun angkanya menurun, tahun ini pihaknya menjadwalkan sosialisasi di sekolah - sekolah agar dapat menekan jumlah anak terlibat dengan perbuatan melawan hukum.

2. Tahun 2019 semua kasus naik jadi 49 kasus

Rapat kekerasan terhadap anak dan perempuan di PPU (Dok. Humas Setkab PPU)

"Jika dirinci jumlah kasus juga mengalami peningkatan baik dari kekerasan terhadap anak, perempuan dan anak berhadapan dengan hukum, tahun 2019 kemarin mencapai 49 kasus sedangkan tahun 2018 hanya 46 kasus," urainya.  

Terkait penanganan kasus kekerasan terhadap anak, pihaknya telah melakukan beberapa upaya pencegahan agar jumlah korban dan kasus tidak mengalami peningkatan, seperti melakukan sosialisasi di sekolah - sekolah tentang pencegahan dan penanggulangan kekekarasan anak sejak dini.

"Kami juga telah membentuk gerakan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) adalah sebuah gerakan dari jaringan atau kelompok warga pada tingkat masyarakat yang bekerja secara terpadu untuk mencapai tujuan perlindungan anak," ujarnya.

Untuk diketahui, pada tahun tahun 2019 kemarin pihaknya telah membentuk PATBM di 18 desa/ kelurahan se PPU dan tahun ini akan dibentuk 15 PATBM lagi. Gerakan ini beranggotakan unsur masyarakat dan pemerintah desa atau kelurahan serta terdapat Babinsa dan Bhabinkamtibmas. Kedepan juga akan dibentuk gerakan Perlindungan Perempuan dan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PPATBM).

"Selain itu kami juga membentuk Tim Penanganan dan Pendampingan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak (TP2K2PA), beranggotakan ASN dari DP3AP2KB (Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana), Dinas Sosial, Kemenag PPU, Polres, empat Polsek, 11 Puskesmas dan Penyuluh Keluarga Berencana. Tim ini kami bentuk setelah melakukan koordinasi dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB (BPPKB) Kaltim," tuturnya.

Ia menjelaskan, terbentuknya TP2K2PA tersebut karena PPU belum memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), menyusul dibubarkannya Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) pasca terbitnya degan Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pembentukan UPT PPA.

Baca Juga: UMK Diberlakukan, Perusahaan di Penajam Paser Utara Terancam Tutup

Berita Terkini Lainnya