Kasus Asusila di Balikpapan, Bapak Perkosa Tiga Anak Kandungnya
Jika tak mau menurut, korban diancam disiksa
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Balikpapan, IDN Times – Seorang bapak, sebut saja Tenggo, yang melakukan pelecehan seksual kepada anak kandungnya di Balikpapan Selatan benar-benar bejat. Bukan hanya mencabuli, sang bapak juga memerkosa tiga anaknya sekaligus.
Hal ini disampaikan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Balikpapan, Esti Santi Pratiwi. Kata dia, pihaknya telah menerima laporan kasus ini pada Senin (23/12) lalu.
“Jadi sebelum melapor ke kami, korban lebih dulu melapor ke Unit PPA Polresta Balikpapan dan divisum pada Senin itu,” katanya kepada awak media ditemui di kantorya, Kamis (26/12) siang.
Baca Juga: Bejat! Seorang Bapak di Balikpapan Diduga Cabuli Tiga Anak Kandungnya
1. Korban bejat sang bapak kandung mulai dari SD hingga SMA
Setelah menerima laporan, lanjut Esti, UPTD PPA Balikpapan langsung melakukan pemeriksaan awal terhadap ketiga korban dan ibunya. Namun pada Senin itu pemeriksaan tidak berjalan maksimal, karena para korban terlihat kelelahan.
Para korban bersama ibunya baru bisa diperiksa pada Kamis pagi ini. Hasil pemeriksaan, beber Esti, para korban tindakan asusila ini berusia 17 tahun, 15 tahun dan 11 tahun.
Korban yang berusia 17 tahun masih sekolah di SMA. Sedangkan adiknya yang berusia 15 tahun berhenti sekolah pada saat kelas 4 SD. Sementara korban lain yang 11 tahun kelas 2 SD.
“Jadi mereka ini lima saudara, semuanya perempuan. Yang diduga dilecehkan itu anak pertama, ketiga dan keempat,” jelas perempuan berhijab itu.
Kepada UPTD PPA Balikpapan, ketiga korban itu mengaku, jika mereka telah disetubuhi oleh bapaknya. Alat kelamin sang bapak dimasukan ke dalam kemaluan korban. Namun semua korban mengaku lupa soal waktu kejadian. Kapan awal pertama kali dan sudah berapa kali diperkosa, tidak dijelaskan.
Korban hanya menjelaskan, kekerasan seksual yang dialaminya terjadi sejak mereka tinggal di kampungnya di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Kemudian berlanjut hingga mereka pindah ke Balikpapan.
“Ini yang jadi permasalahan bagi kami. Anak-anak ini lupa terhadap kejadian yang ada. Anak-anak ini tidak bisa membedakan waktu. Hari pun mereka tidak tahu. Kejadiannya kapan, bulan apa? Mereka semua jawabannya lupa. Berapa kali kejadiannya juga lupa,” bebernya.
Baca Juga: Kasus Ayah Cabuli Putri Kandung di Samarinda Diduga Kelainan Seksual