Ada 3.230 Anak Berkebutuhan Khusus di Kaltim Perlu untuk Dirangkul
Asuransi Astra turut merevitalisasi sekolah inklusi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Samarinda, IDN Times- Semua warga negara berhak memperoleh pendidikan setara dan layak, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Mereka hanya perlu penanganan khusus, agar pendidikan yang layak bisa tersalurkan. Demikian dikatakan, Farah Flamboyan, penanggung Jawab Pelita Bunda Education Centre, Jumat (13/9).
Statistik Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim menyebut pada 2018 ada 1.181.370 anak di Kalimantan Timur, 3.230 orang di antaranya merupakan anak berkebutuhan khusus.
Jumlah itu tersebar di 10 kabupaten/kota di Kaltim, dengan rincian tunadaksa 1.102 orang, tunanetra 317 anak, tunarungu 623 orang, tunagrahita 426 anak, tunaganda 760 orang.
“Jumlah ini memerlukan perhatian dan penanganan khusus mengingat anak berkebutuhan khusus juga memiliki hak untuk didengar,” terangnya.
Baca Juga: Mengenali Cara Berinteraksi dengan Anak Berkebutuhan Khusus
1. Menjadi pengajar ABK itu tak mudah, perlu kesabaran tingkat tinggi
Itu sebabnya Farah membangun sekolah khusus ini 11 tahun lalu. Satu dekade lebih tentu keadaan sekolah berubah, syukurnya Asuransi Astra pun merevitalisasi Pelita Bunda Education Centre demi menunjang kegiatan belajar.
Pusat pendidikan ini punya ragam program pengajaran, mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD), SD, SMP dan SMA. “Kami ingin sekali anak berkebutuhan khusus juga merasakan hal sama dengan sekolah reguler,” terangnya.
Farah mengakui penanganan ABK itu tak bisa sembarangan, sebab pengajarnya harus punya kepekaan dan tingkat sabar tinggi. Wajar demikian, sebab terkadang ada saja anak berkebutuhan yang bertindak di luar kontrolnya.
“Mana ada orang yang mau dicakar atau dipukul tiba-tiba. Jarang, apalagi bisa berkali-kali,” katanya, kemudian menunjukkan bekas luka cakar di lengan sebelah kanannya. Dan itu dia rasakan selama satu dekade lebih.
“Kalau saya sudah biasa. Tapi belum tentu pengajar yang baru melamar di sekolah ini. Makanya banyak yang enggak tahan, kendala kami yang lain itu juga. Minimnya pengajar ABK,” imbuhnya.
Baca Juga: Pada 2020, Balikpapan Bakal Terapkan Sekolah Inklusi Tiap Kecamatan