TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Duh, Nelayan di Kaltim Terancam dengan Raperda Zonasi Laut 

Raperda dianggap banyak merugikan para nelayan

Nelayan di Teluk Sumbang, Biduk-Biduk, Kabupaten Berau pada siang hari. Potret diambil pada 5 November 2019 (IDN Times/Yuda Almerio)

Samarinda, IDN Times - Nelayan di Kaltim dalam gempuran pertambangan batu bara. Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang pun sepakat dengan hal tersebut. Sebab sudah berkali-kali para nelayan memprotes keberadaan pertambangan yang membuat hidup mereka makin sesak.

Pasalnya aktivitas pertambangan juga memengaruhi laut. Seperti aktivitas bongkar muat yang efeknya mengerikan, merusak terumbu karang. Padahal, terumbu karang adalah rumah-rumah ikan. Hilang rumah, maka hilang pula ikan-ikan.

“Beberapa kali aksi nelayan seperti di Balikpapan, Muara Badak menahan tongkang beberapa hari. Di Sandaran juga ada. Lalu, di Muara Jawa yang memblokade Jembatan Dondang,” beber Rupang saat dikonfirmasi pada Jumat (18/9/2020) sore.

Baca Juga: 250 Tenaga Honorer PPU Terancam Tak Dapat Subsidi Gaji dari Pemerintah

1. Nelayan di Kaltim dalam kepungan pertambangan batu bara

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang (kiri) saat memberikan keterangan pers beberapa waktu lalu di Samarinda (IDN Times/Yuda Almerio)

Dikatakan Rupang, aksi nelayan tersebut merupakan protes. Belum lagi tumpahan batu bara yang mencemari lautan. Maka ini akan menyusahkan para nelayan. Mereka harus berlayar lebih jauh mencari ikan dengan peralatan seadanya.  Hasil pun, tak sebanyak sebelumnya. Rupang mengambil contoh kasus yang terjadi di Balikpapan.

Merasakan dampak sejak 2014, nelayan di kawasan Manggar Balikpapan kala menebar jala, kerap mendapat batu bara, tak hanya ikan dan udang lagi. Penyebabnya, aktivitas bongkar muat batu bara. Walhasil, dengan kapal-kapal kecilnya, nelayan pun beraksi memblokade menunjukkan protes mereka.

“Padahal, dahulu dengan kapal-kapal kecilnya, para nelayan tradisional hanya perlu melaut sejauh 4 mil. Namun, kini perlu menjangkau 8 hingga 10 mil, agar bisa dapat ikan,” imbuh Rupang.

2. Rancangan Raperda Zonasi Laut tak sesuai harapan, banyak merugikan para nelayan

Ilustrasi nelayan (IDN Times/Surya Aditya)

Artinya para nelayan ini harus meluangkan ekstra biaya, waktu, dan bertaruh risiko. Tak hanya itu, dipaparkan juga oleh Rupang, nelayan kesulitan membawa hasil banyak. Biasa Rp 700-800 ribu tiap pulang melaut, kini hanya membawa Rp 300-400 ribu. Ironisnya lagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun telah menginstruksikan pembuatan Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Tujuannya, melindungi kawasan maritim Indonesia. Kaltim tak terkecuali. Dan saat ini prosesnya dalam finalisasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) RZWP3K atau Zonasi Laut di DPRD Kaltim.

“Tapi rancangan RZWP3K ini tak sesuai harapan,” tegas Rupang.

Baca Juga: 311 Pasien Isolasi Mandiri di Samarinda Disorot Satgas COVID-19  

Baca Juga: Nama di Kartu NPWP Tak Sesuai, Rahmad Mas'ud Lolos Tes Kesehatan 

Berita Terkini Lainnya